Kamis, 30 September 2010

Arti Nama-Nama Bulan Hijriyah


Kalender Islam menggunakan peredaran bulan sebagai acuannya, berbeda dengan kalender biasa (kalender Masehi) yang menggunakan peredaran matahari.

Penetapan kalender Hijriyah dilakukan pada jaman Khalifah Umar bin Khatab, yang menetapkan peristiwa hijrahnya Rasulullah saw dari Mekah ke Madinah.

Kalender Hijriyah juga terdiri dari 12 bulan, dengan jumlah hari berkisar 29 - 30 hari. Penetapan 12 bulan ini sesuai dengan firman Allah Subhana Wata'ala: ”Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya; dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (QS : At Taubah(9):36).

Sebelumnya, orang arab pra-kerasulan Rasulullah Muhammad SAW telah menggunakan bulan-bulan dalam kalender hijriyah ini. Hanya saja mereka tidak menetapkan ini tahun berapa, tetapi tahun apa. Misalnya saja kita mengetahui bahwa kelahiran Rasulullah SAW adalah di tahun gajah.

Abu Musa Al-Asyári sebagai salah satu gubernur di zaman Khalifah Umar r.a. menulis surat kepada Amirul Mukminin yang isinya menanyakan surat-surat dari khalifah yang tidak ada tahunnya, hanya tanggal dan bulan saja, sehingga membingungkan. Khalifah Umar lalu mengumpulkan beberapa sahabat senior waktu itu. Mereka adalah Utsman bin Affan r.a., Ali bin Abi Thalib r.a., Abdurrahman bin Auf r.a., Sa’ad bin Abi Waqqas r.a., Zubair bin Awwam r.a., dan Thalhan bin Ubaidillah r.a. Mereka bermusyawarah mengenai kalender Islam. Ada yang mengusulkan berdasarkan milad Rasulullah saw. Ada juga yang mengusulkan berdasarkan pengangkatan Muhammad saw menjadi Rasul. Dan yang diterima adalah usul dari Ali bin Abi Thalib r.a. yaitu berdasarkan momentum hijrah Rasulullah SAW dari Makkah ke Yatstrib (Madinah).

Maka semuanya setuju dengan usulan Ali r.a. dan ditetapkan bahwa tahun pertama dalam kalender Islam adalah pada masa hijrahnya Rasulullah saw.

Sedangkan nama-nama bulan dalam kalender hijriyah ini diambil dari nama-nama bulan yang telah ada dan berlaku di masa itu di bangsa Arab.

Orang Arab memberi nama bulan-bulan mereka dengan melihat keadaan alam dan masyarakat pada masa-masa tertentu sepanjang tahun. Misalnya bulan Ramadhan, dinamai demikian karena pada bulan Ramadhan waktu itu udara sangat panas seperti membakar kulit rasanya. Berikut adalah arti nama-nama bulan dalam Islam:

MUHARRAM, artinya: yang diharamkan atau yang menjadi pantangan. Penamaan Muharram, sebab pada bulan itu dilarang menumpahkan darah atau berperang. Larangan tesebut berlaku sampai masa awal Islam.

SHAFAR, artinya: kosong. Penamaan Shafar, karena pada bulan itu semua orang laki-laki Arab dahulu pergi meninggalkan rumah untuk merantau, berniaga dan berperang, sehingga pemukiman mereka kosong dari orang laki-laki.

RABI'ULAWAL, artinya: berasal dari kata rabi’ (menetap) dan awal (pertama). Maksudnya masa kembalinya kaum laki-laki yang telah meninqgalkan rumah atau merantau. Jadi awal menetapnya kaum laki-laki di rumah. Pada bulan ini banyak peristiwa bersejarah bagi umat Islam, antara lain: Nabi Muhammad saw lahir, diangkat menjadi Rasul, melakukan hijrah, dan wafat pada bulan ini juga.

RABIU'ULAKHIR, artinya: masa menetapnya kaum laki-laki untuk terakhir atau penghabisan.

JUMADILAWAL nama bulan kelima. Berasal dari kata jumadi (kering) dan awal (pertama). Penamaan Jumadil Awal, karena bulan ini merupakan awal musim kemarau, di mana mulai terjadi kekeringan.

JUMADILAKHIR, artinya: musim kemarau yang penghabisan.

RAJAB, artinya: mulia. Penamaan Rajab, karena bangsa Arab tempo dulu sangat memuliakan bulan ini, antara lain dengan melarang berperang.

SYA'BAN, artinya: berkelompok. Penamaan Sya’ban karena orang-orang Arab pada bulan ini lazimnya berkelompok mencari nafkah. Peristiwa penting bagi umat Islam yang terjadi pada bulan ini adalah perpindahan kiblat dari Baitul Muqaddas ke Ka’bah (Baitullah).

RAMADHAN, artinya: sangat panas. Bulan Ramadhan merupakan satu-satunya bulan yang tersebut dalam Al-Quran, Satu bulan yang memiliki keutamaan, kesucian, dan aneka keistimewaan. Hal itu dikarenakan peristiwa-peristiwa peting seperti: Allah menurunkan ayat-ayat Al-Quran pertama kali, ada malam Lailatul Qadar, yakni malam yang sangat tinggi nilainya, karena para malaikat turun untuk memberkati orang-orang beriman yang sedang beribadah, bulan ini ditetapkan sebagai waktu ibadah puasa wajib, pada bulan ini kaurn muslimin dapat rnenaklukan kaum musyrik dalarn perang Badar Kubra dan pada bulan ini juga Nabi Muhammad saw berhasil mengambil alih kota Mekah dan mengakhiri penyembahan berhala yang dilakukan oleh kaum musyrik.

SYAWWAL, artinya: kebahagiaan. Maksudnya kembalinya manusia ke dalam fitrah (kesucian) karena usai menunaikan ibadah puasa dan membayar zakat serta saling bermaaf-maafan. Itulah yang mernbahagiakan.

DZULQAIDAH, berasal dari kata dzul (pemilik) dan qa’dah (duduk). Penamaan Dzulqaidah, karena bulan itu merupakan waktu istirahat bagi kaum laki-laki Arab dahulu. Mereka menikmatmnya dengan duduk-duduk di rumah.

DZULHIJJAH artinya: yang menunaikan haji. Penamaan Dzulhijjah, sebab pada bulan ini umat Islam sejak Nabi Adam as. menunaikan ibadah haji.
Baca Selengkapnya

Selasa, 28 September 2010

Daftar Nabi-nabi Palsu Dalam Islam


Sebenarnya nabi palsu tidak saja muncul di Islam, di agama-agama lain juga sering terdengar kasus serupa. Nabi-nabi palsu ini tidak saja muncul di negara-negara yang agamis (baca: Indonesia, Pakistan, dll) akan tetapi juga muncul di negara-negara maju (Amerika, Jerman, dst). Ini menunjukkan bahwa kian banyak orang ‘keblinger’ (disertai penekanan) yang merasa dirinya menjadi pilihan Tuhan-nya untuk menjadi pemimpin di dunia ini. Ajaran-ajaran para nabi palsu ini banyak yang menjelma menjadi aliran atau sekte. Ada yang bisa bertahan (sekian lama), namun tidak sedikit yang hilang bak ditelan bumi.

Kemunculan nabi-nabi palsu ini tidak sekedar menjadi polemik akan tetapi banyak berujung kepada kekerasan dan kematian. Kasus paling hangat adalah diobrak-abriknya markas Ahmadiyah di Bogor beberapa waktu yang lalu. Namun demikian, kemunculan nabi palsu terus hadir dan selalu saja ada orang-orang yang menjadi pengikutnya, bahkan menjadi anggota militan yang bersedia mengorbankan nyawanya.

Nabi palsu tidak saja muncul setelah Rasululloh SAW wafat, bahkan pada saat beliau masih hidup sudah banyak orang-rang yang mengaku menjadi nabi, untuk menandingi beliau. Nasib para nabi palsu ini bermacam-macam, ada yang digantung sampai mati, dibakar, dirotan, bahkan ada yangyang berhasil aku kumpulkan literaturnya adalah:
menjadi gila. Beberapa nabi palsu

1. Musailamah al Kadzdzab, muncul di jaman Rasululloh SAW, berlokasi di Yamamah. Nasibnya tewas di tangan Khalid bin Walid pada saat diperangi di jaman khalifah Abu Bakar.
2. Aswad al Ansi, muncul di jaman Rasululloh SAW, dengan lokasi di Yaman. Tewas di Yaman.
3. Tulaihah al Asadi, muncul di jaman Rasululloh SAW, dari kabilah Bani Asad. Di akhir hayatnya dia bertaubat.
4. Sajjah binti al Harits, muncul sesaat setelah Rasululloh SAW wafat. Dia berasal dari suku Tamim di Irak. Di akhir hayatnya bertaubat dan menjadi muslimah.
5. Ahmad bin Husain
6. Laqit
7. Mirza Ghulam Ahmad, muncul di akhir 1800-awal 1900an. ‘Diangkat’ menjadi nabi oleh Inggris dengan agama Ahmadiyah (ndompleng Islam tapinya) di akhir hayatnya mati sakit di kamar mandi (beberapa sumber menyatakan di wc) dengan kondisi menyedihkan.
8. Mirza Ali Muhammad
9. Bahaullah, aku hanya tau agama yang dia sebarkan, agama Baha’i. Lainnya tidak diketahui.
10. al Mukhtar bin Ubaidillah
11. Ibnu Sam’an
12. Amir bin Harb
13. Abu Mansur al Ijli
14. Ibnu Said as Sajli
15. Abu Khattab al Asadi
16. Ibnu Bahram al Juba’i
17. Hasan bin Hamdan
18. Abu Qasim an Najar
19. al Muni’ul Qashar
20. Ibnu Kharba al Kindi
21. Abu Muslim as Siraj
22. Harits bin Saad, muncul di jaman khalifah Abdul Maik bin Marwan (Bani Umayyah). Dibunuh oleh pengikutnya sendiri.
23. Isa al Asfahani, muncul di jaman khalifah al Mansur (Bani Abbasiyah). Dihukum mati.

Yang lebih ‘parah’nya lagi, ada orang Indonesia yang mengaku-ngaku juga sebagai nabi. Berikut beberapa diantara mereka:
1. Zikrullah Aulia Allah, berasal dari Sulawesi Tengah.
2. Ali Taetang, berasal dari Banggai
3. Dedi Mulyana alias Eyang Ended, berasal dari Banten. Nabi palsu ini sebenarnya malah dukun cabul.
4. Lia Aminuddin, berasal dari Jakarta. Dia mengaku sering mendapat wahyu dari malaikat Jibril.

Demikian sekelumit artikel tentang Nabi-nabi palsu. Semoga kita senantiasa terlindung dari kejahatan yang mereka timbulkan.
Baca Selengkapnya

Jumat, 24 September 2010

Peradaban Dunia Tanpa Petunjuk Allah


Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Rabbnya, maka Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. Kami berfirman: "Turunlah kamu semua dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati". Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS Al-Baqarah 37-39)

Di dalam ayat di atas Allah swt memberikan suatu prinsip hidup yang sangat fundamental. "Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati".

Allah swt menegaskan bahwa barangsiapa hidup di dunia berlandaskan petunjuk dan arahan yang Allah berikan, niscaya mereka tidak akan khawatir dan bersedih hati. Artinya, mereka akan hidup dalam kebaikan dan kebahagiaan. Dan bila Allah swt menyatakan demikian, tidak mungkin tidak pasti menjadi kenyataan. Dan kenyataan tersebut tidak hanya bersifat sementara, melainkan selamanya alias abadi. Tidak saja kebaikan dan kebahagiaan di dunia fana tetapi juga meliputi alam akhirat yang kekal abadi.

Siapapun yang berakal sehat dan berhati nurani pasti akan menyambutnya dengan baik. Dan mengingat bahwa jaminan tersebut memiliki syarat, maka iapun akan berusaha sekuat tenaga untuk memenuhi syaratnya. Walaupun syarat itu berat, namun karena jaminannya begitu menggiurkan dan berasal dari fihak yang dia yakini kredibilitasnya, tentu dia siap menghadapinya.

Apakah syaratnya? Allah swt berfirman:

فَمَنْ تَبِعَ هُدَايَ

”...maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku,”

Allah mensyaratkan manusia untuk mengikuti petunjukNya bila datang kepada mereka. Bagaimana petunjuk itu datang kepada manusia? Yaitu, melalui para kurir resmi yang diutusnya bernama para Nabiyullah dan Rasulullah ’alahimus-salam. Dan dalam sejarah dunia Allah telah mengutus banyak sekali rangkaian Nabi dan RasulNya ’alahimus-salam. Dan kita yang hidup dewasa ini bahkan hidup di masa Allah telah mengirim Nabi dan RasulNya yang terakhir alias Nabi Akhir Zaman yakni Nabi Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam. Beliau adalah penutup para Nabi dan petunjuk yang diterima dari Allah swt dan disampaikannya kepada ummat manusia merupakan petunjuk terakhir yang Allah wahyukan, yakni Kitabullah Al-Qur’anul Karim. Maka sangatlah pantas bila Allah swt menjamin bahwa petunjukNya yang terakhir ini merupakan petunjuk yang otentitas-nya (keasliannya) tidak akan mengalami kontaminasi. Al-Qur’an bakal terpelihara hingga hari Kiamat.

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS Al-Hijr 9)

Berbeda dengan berbagai Nabi dan RasulNya yang diutus sebelum Nabi terakhir, maka mereka menerima petunjuk yang belum final dan tidak dijamin otentitasnya terpelihara. Sehingga petunjuk Allah swt yang mereka terima hanya berlaku bagi kaum yang mereka hidup bersamanya dan di masa mereka hadir di dunia hingga datangnya Nabi dan Rasulullah berikutnya. Sebab kedatangan para Nabi dan Rasulullah sebelumnya bakal disempurnakan lebih lanjut dengan kedatangan Nabi dan Rasulullah berikutnya. Hingga tiba giliran Allah swt mengutus Penutup Para Nabi dan RasulNya. Oleh karenanya, Al-Quranul Karim Allah wahyukan kepada Nabi Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam berfungsi sebagai the Final Divine Guidance for the Whole of Mankind (Petunjuk Ilahi yang Final bagi segenap ummat manusia). Menjelang berakhirnya dunia yang fana ini Allah menyempurnakan petunjukNya kepada ummat manusia dengan diwahyukannya Kitabullah yang sempurna, final dan komprehensif (lengkap). Dan diutusnya seorang Nabiyullah yang tidak memimpin kaumnya saja (bangsa Arab), melainkan menjadi Teladan bagi segenap ummat manusia bahkan Rahmat bagi semesta alam.

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu.” (QS Al-Ahzab 21)

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

”Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS Al-Anbiya 107)

Petunjuk Allah swt untuk ummat manusia telah datang lima belas abad yang lalu. Diterima dari Allah swt dan disebarkan kepada ummat manusia oleh Nabi dan RasulNya yang terakhir. Tidak bakal ada lagi Nabi maupun Rasul yang Allah bakal utus ke muka bumi ini membawa ajaran baru sesudah diwahyukanNya Al-Qur’anul Karim. Itulah sebabnya Allah swt dengan terang dan jelas berfirman bahwa petunjukNya ini bukan hanya ekslusif bagi manusia yang mengaku dirinya muslim, atau kaum yang mengaku dirinya ummat Islam. Tidak..! Samasekali tidak..!!

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ

“Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia.” (QS Al-Baqarah 185)

Inilah ayat yang selalu terdengar oleh kaum muslimin, khususnya di bulan Ramadhan. Jelas dan terang Allah swt menyatakan bahwa Kitabullah Al-Quranul Karim merupakan hudal lin-naas (petunjuk bagi manusia). Allah swt tidak menyatakan bahwa petunjuk tersebut merupakan petunjuk bagi kalangan manusia tertentu, misalnya hanya bagi orang beriman atau ummat Islam atau kaum muttaqin semata. Tidak..! Allah swt berfirman bahwa Kitab Al-Qur’an adalah petunjuk bagi segenap ummat manusia.

Memang, ada ayat yang mengkhususkan hubungan Al-Qur’an dengan kalangan manusia tertentu, yaitu sebagai berikut:

ذَلِكَ الْكِتَابُ لا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ

“Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.”(QS Al-Baqarah 2)

Ayat ini tidak menafikan ayat sebelumnya. Ayat ini menegaskan bahwa Al-Qur’an merupakan petunjuk bagi manusia siapapun dan bagaimanapun keadaan manusia itu. Adapun bagi kaum muttaqin alias mereka yang bertakwa maka Al-Qur’an diperlakukan oleh mereka bukan saja sebagai petunjuk Ilahi, melainkan diikuti tanpa keraguan sedikitpun..! Terserah, bila manusia lain menafikan, menolak atau mengingkari Al-Qur’an, namun faktanya ia tetap merupakan petunjuk dari Allah swt bagi segenap manusia yang akan menghilangkan kekhawatiran dan kesedihan hati manusia bila mereka mau mengikuti dan menjadikannya sebagai petunjuk jalan bagi kehidupannya.

Demikian pula sebaliknya, Allah swt mengancam siapa saja yang menolak petunjukNya.

وَالَّذِينَ كَفَرُوا وَكَذَّبُوا بِآيَاتِنَا
أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS Al-Baqarah 39)

Menolak petunjuk Allah swt bisa berupa pengingkaran untuk mengakui bahwa Kitabullah Al-Qur’an merupakan petunjuk otentik dari Allah swt. Orang-orang seperti ini jelas-jelas merupakan kaum yang mendapat label orang-orang yang kafir. Mereka adalah manusia yang setelah diutusnya Nabi Akhir Zaman tidak mau mengimaninya sebagai Nabiyullah, tidak mau mengakui bahwa Al-Qur’an merupakan petunjuk dan Kitabullah terakhir dan tidak bersedia menerima Islam sebagai agama atau dien atau jalan hidup yang benar.

Selain itu, menolak petunjuk Allah swt juga bisa berarti mendustakannya. Tidak mau mengikutinya padahal mengakuinya sebagai petunjuk dan Kitabullah. Mereka bisa jadi dari kalangan di luar Islam tetapi mungkin juga termasuk orang-orang yang mengaku dirinya termasuk kaum muslimin. Bagi mereka yang bukan muslim kita dapat memaklumi kenapa mereka mendustakan petunjuk dan Kitabullah ini. Maklumlah, mereka memang bukan termasuk orang beriman. Inilah orang-orang non-mulsim dari kalangan manusia modern yang berfaham pluralisme. Mereka memandang semua kitab suci agama manapun merupakan kitab suci yang patut dihormati dan diakui sebagai petunjuk dari tuhan. Tetapi jelas mereka tidak bakal bersedia mengikutinya sebagai petunjuk jalan bagi kehidupannya.

Tetapi yang sangat sulit difahami dan banyak menimbulkan masalah ialah mereka yang di satu sisi mengaku muslim namun di sisi lain tidak menjadikan Kitabullah sebagai petunjuk jalan bagi kehidupannya. Mereka mengaku beriman kepada Al-Qur’an sebagai petunjuk dan Kitabullah terakhir. Tetapi mereka tidak kunjung menjadikannya petunjuk jalan bagi segenap urusan kehidupannya di dunia. Mereka cenderung memperlakukannya laksana menu makanan sebuah restoran. Mana yang mereka sukai mereka ambil dan mana yang mereka tidak berselera kepadanya, mereka tinggalkan. Padahal Allah swt di dalam petunjukNya berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً
وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS Al-Baqarah 208)

Di dalam ayat di atas Allah swt hanya memberikan dua pilihan. Masuk ke dalam agama Allah secara totalitas, atau hiduplah menuruti langkah-langkah syetan...!! Allah swt menyuruh manusia untuk mengikuti segenap petunjukNya, tanpa pilah-pilih atau -jika tidak- berarti mengikuti musuh Allah swt, yakni syetan..!!

Pengertian mengikuti segenap petunjuk Allah ialah mengelola keseluruhan urusan hidup ini semata-mata berdasarkan bimbingan wahyu. Apapun lini kehidupan yang sedang digeluti, maka jalankanlah sesuai prosedur petunjuk Allah swt. Baik dalam urusan aqidah (keyakinan), syariah (jalan hidup) maupun ibadah (tata-cara penghambaan diri kepada Allah swt).

Di zaman penuh fitnah dewasa ini banyak kaum muslimin yang memandang urusan mengikuti petunjuk Allah swt hanyalah sebatas urusan ibadahsholat, shaum, bayar zakat, pergi haji dan umroh. Untuk berbagai urusan ini mereka sangat serius berusaha mengikuti petunjuk Allah swt. Namun seringkali mereka mengabaikan urusan aqidah. Mereka tidak bersungguh-sungguh mempelajari dan mengamalkan kalimat Tauhid. Bahkan masih banyak kaum muslimin yang tidak sadar bahwa jernih-tidaknya tauhid seseorang berpengaruh kepada diterima-tidaknya berbagai amal-ibadahnya. Padahal di dalam Kitabullah Al-Qur’an sering sekali kita jumpai betapa tidak terpisahkannya urusan amal-sholeh seseorang dengan urusan iman. semata. Mereka sangat sibuk mempelajari ajaran Islam untuk mengamalkan tata-cara

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ
حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS An-Nahl 97)

Artinya, amal seseorang hanya diperhitungkan Allah swt bila dilandasi iman atau aqidah yang benar. Bila tidak, maka amalnya menjadi sia-sia belaka..!

قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالأخْسَرِينَ أَعْمَالا الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ
فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا
أُولَئِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ وَلِقَائِهِ
فَحَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فَلا نُقِيمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًا

Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?" Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. Mereka itu orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Rabb mereka dan (kafir terhadap) perjumpaan dengan Dia. Maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat. (QS Al-Kahfi 103-105)

Betapa masih banyaknya manusia yang mengaku muslim namun tidak peduli dengan urusan aqidah. Mereka kemudian terjatuh ke dalam lembah kemusyrikan, takhayul, khurafat, bid’ah dan aneka bentuk ketergantungan kepada selain Allah swt. Mereka sibuk melakukan berbagai bentuk ibadah, namun tidak pernah merenungi apakah imannya telah benar, kokoh dan murni. Mereka sibuk membenahi diri menjadi orang berakhlak mulia, bermoral dan santun, tetapi mereka tidak sadar bahwa cacatnya pemahaman Tauhid menyebabkan tidak bernilainya di mata Allah swt segenap kebaikan dan kesantunannya tersebut.

وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ
الظَّمْآنُ مَاءً حَتَّى إِذَا جَاءَهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا

“Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apa pun.” (QS An-Nur 39)

Di zaman penuh fitnah dewasa ini banyak kaum muslimin yang memandang urusan mengikuti petunjuk Allah swt hanyalah sebatas urusan ibadahsyariah sebagai perhatian dalam hidupnya. Padahal urusan ini menyangkut mayoritas waktu dalam kehidupannya. Sebab urusan syariah atau jalan hidup meliputi begitu banyak dimensi kehidupan. Dan petunjuk Allah swt mencakup bagaimana sepatutnya manusia mengelola berbagai urusan kehidupannya. Apakah itu menyangkut urusan pribadi, keluarga, masyarakat maupun negara bahkan penataan urusan pada skala global-dunia. Banyak muslim modern menyangka bahwa karena dewasa ini yang disebut sebagai masyarakat dan negara maju adalah barat, maka mereka mengelola berbagai urusan ini dengan cara mengekor kepada mereka. Akhirnya muncullah berbagai bentuk penataan kehidupan, baik dalam sekali pribadi, keluarga maupun masyarakat dan negara yang mengikuti petunjuk barat bukan petunjuk Allah swt. semata. Mereka tidak menjadikan urusan

Akhirnya kita menyaksikan bagaimana tata kehidupan dalam aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, hukum, olahraga, kesenian, teknologi dan sains, militer dan pertahanan keamanan dikelola mengekor dan copy-paste sepenuhnya kepada perdaban dunia barat. Yang mana inti dari peradaban barat ialah mendustakan ayat-ayat Allah dan merasa sombong dan bangga diri akan kehebatan manusia yang tidak perlu bergantung kepada Allah swt dan petunjukNya. Inilah peradaban dunia yang tidak mengikuti petunjuk Allah swt..! Padahal masyarakat barat merupakan masyarakat kaum Yahudi dan Nasrani yang mana Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam telah peringatkan kita agar jangan mengekor kepada mereka...!

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ
مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا
فِي جُحْرِ ضَبٍّ لَاتَّبَعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ
آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sungguh, kalian benar-benar akan mengikuti tradisi/kebiasaan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga sekiranya mereka masuk ke dalam lubang biawak-pun kalian pasti akan mengikuti mereka." Kami bertanya; "Wahai Rasulullah, apakah mereka itu kaum Yahudi dan Nasrani?" Beliau menjawab: "Siapa lagi kalau bukan mereka." (MUSLIM - 4822)

Bukan rahasia lagi bahwa masyarakat barat merupakan kaum Yahudi dan Nasrani. Mereka mewujudkan sebuah Judeo-Christian Civilization (peradaban Yahudi-Nasrani). Sungguh ironis menyaksikan bagaimana satu setengah miliar lebih kaum muslimin sedunia bisa menjadi korban sebuah peradaban yang terputus dari petunjuk Allah. Bagaimana mungkin suatu ummat yang memiliki Kitabullah Al-Qur’an yang Allah jamin kebenaran dan keasliannya dapat diarahkan oleh ummat-ummat yang Kitab Sucinya –yakni Taurat dan Injil- telah mengalami kontaminasi dan manipulasi di sana-sini? Bagaimana mungkin suatu ummat yang Allah telah peringatkan akan bahaya kebanyakan kaum Yahudi dan Nasrani, namun masih saja bersangka-baik kepada mereka? Menjadikan mereka sebagai konsultan dan tempat bertanya dalam berbagai perkara kehidupan?

وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ

”Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka.” (QS Al-Baqarah 120)

Sungguh, kondisi dunia dewasa ini sedang diselimuti badai fitnah, sehingga kita menyaksikan begitu banyaknya kaum muslimin yang tidak bersikap kritis terhadap realitas dunia yang berjalan di luar koridor petunjuk Allah swt. Padahal hakikat berada di atas shirathal mustaqiim (jalan yang lurus) ialah tatkala segenap urusan dalam hidup berjalan mengikuti petunjuk Allah swt, baik dalam perkara aqidah, syariah maupun ibadah. Inilah maksud ungkapan Allah swt di bawah ini:

قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
لا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ

Katakanlah: Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama muslim (menyerahkan diri kepada Allah)". (QS Al-An’aam 162)

Petunjuk Allah swt yang terakhir bagi ummat manusia telah datang sejak lima belas abad yang lalu. Tidakkah sepantasnya kita yang mengaku kaum muslimin, mukminin dan muttaqiin berdiri di barisan terdepan membimbing segenap manusia lainnya untuk turut hidup bersama di bawah naungan petunjuk Allah swt tersebut? Meninggalkan peradaban palsu (baca: peradaban kafir) dunia modern ini untuk menggantikannya dengan peradaban mengikuti Petunjuk Allah swt?

Bagaimana hal itu akan terjadi, bila kita begitu mudah terprovokasi dan menjadi marah menyaksikan kaum kafir barat membakar fisik Kitabullah Al-Qur’an sedangkan kita tidak sedikitpun merasa terganggu padahal sudah hampir seabad ummat Islam di berbagai negeri muslim mengelola kehidupannya mengikuti petunjuk kaum kafir barat tersebut dan mengabaikan bahkan mendustakan Petunjuk Allah swt..?! Masihkah kita harus heran dan tercengang serta bertanya mengapa kekhawatiran dan kesedihan hati masih saja mewarnai kehidupan banyak manusia modern dewasa ini, bukan saja mereka yang jelas-jelas kafir, tetapi banyak di antaranya adalah saudara-saudara kita kaum muslimin..?? Laa haula wa laa quwwata illa billah..
Baca Selengkapnya

Rabu, 22 September 2010

Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Terkait Susu


الدعاء عقب شرب اللبن


Doa Setelah Minum Susu



عن ابن عباس – رضي الله عنهما – قال: دخلت مع رسول الله – صلى الله عليه وسلم – أنا و خالد بن الوليد على ميمونة، فجاءتنا بإناءٍ من لبنٍ، فشرب رسول الله، وأنا على يمينه وخالد على شماله،



Dari Ibnu Abbas, “Aku bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Khalid bin al Walid masuk ke rumah Maimunah. Maimunah menyuguhkan kepada kami satu wadah berisi susu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas meminumnya. Aku berada di sebelah kanan Rasulullah sedangkan Khalid ada di sebelah kiri Rasulullah.فقال لي: «الشربة لك فإن شئت آثرت بها خالداً»



Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku, “Jatah minum selanjutnya adalah untukmu. Jika engkau berkenan, aku akan lebih mengutamakan Khalid dari pada dirimu”.



فقلت: ما كنت أوثر على سؤرك أحداً،



Aku berkata, “Aku tidak merelakan jika jatah minumku yang berasal dari sisa minummu kurelakan untuk orang lain”



ثم قال رسول الله – صلى الله عليه وسلم- : «من أطعمه الله الطعام فليقل: اللهم بارك لنا فيه، وأطعمنا خيراً منه.



Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa saja yang telah Allah beri kepadanya makanan maka hendaknya dia berdoa setelah selesai makan Allahumma bariklana fihi wa ath’imna khoiran minhu yang artinya Ya Allah berilah keberkahan kepada kami dalam makanan ini dan berilah kami makanan yang lebih baik darinya (yaitu makanan surga)



ومن سقاه الله لبناً فليقل: اللهم بارك لنا فيه وزدنا منه»



Dan barang siapa yang telah Allah berikan kepadanya minuman berupa susu hendaknya berdoa setelah minum susu Allahumma barik lana fihi wa zidna minhu yang artinya Ya Allah berilah keberkahan kepada kami dalam susu ini dan berilah kami tambahan susu



وقال رسول الله – صلى الله عليه وسلم-: «ليس شيء يجزئ مكان الطعام والشراب غير اللبن».



Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada satupun makanan yang bisa menggantikan makanan dan minuman melebihi susu”.



المصدر: مسند أحمد تحقيق أحمد شاكر – لصفحة أو الرقم: 3/302 إسناده صحيح وأصل القصة في الموطأ والصحيحين .صحيح الترمذي للشيخ الألباني – لصفحة أو الرقم: 3455 حسن .



Hadits di atas diriwayatkan oleh Ahmad 3/302 dengan sanad yang sahih. Kisah di atas asalnya ada di Muwatha’ dan Sahih Bukhari Muslim. Juga tercantum dalam Sahih Tirmidzi no 3455 dan dinilai oleh al Albani sebagai hadits yang berkualitas hasan.



استحباب المضمضة بعد شرب اللبن ونحوه



Anjuran Berkumur-kumur setelah minum susu atau semisalnya



عن ابن عباس – رضي الله عنهما – ان رسول الله – صلى الله عليه وسلم – شرب لبنًا فمضمض وقال: إن لـه دسمًا. [البخاري ومسلم ].



Dari Ibnu Abbas, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah minum susu berkumur-kumur. Beliau lantas bersabda, “Sesungguhnya susu itu mengandung lemak” (HR Bukhari dan Muslim).



قال ابن حجر في الفتح (فيه بيان العله للمضمضة من اللبن فيدل على استحبابها من كل شيء دسم) .



Ibnu Hajar dalam Fathul Bari mengatakan, “Dalam hadits ini terdapat penjelasan tentang illah dari anjuran berkumur-kumur setelah minum susu yaitu mengandung lemak. Sehingga dianjurkan untuk berkumur-kumur setelah mengonsumsi segala sesuatu yang mengandung lemak”.
Baca Selengkapnya

Sabtu, 18 September 2010

Apa Bedanya Setan Dengan Iblis


Apa Bedanya Setan Dengan Iblis? Setan adalah sebutan untuk sebuah kelompok atau golongan. Sedangkan Iblis adalah nama tokoh dari golongan Jin, seperti juga Adam adalah nama satu tokoh dari golongan Manusia, atau sama juga seperti Jibril adalah nama tokoh dari golongan Malaikat.

Tetapi kenapa banyak orang atau bahkan kamus kamus umumnya menjadikan Iblis dan setan sebagai dua kata yang maknanya sama? Bukankah memang kenyataannya semua yang jahat dan buruk dinisbatkan pada dua sebutan itu: setan dan iblis?
Iblis tidak mau tunduk pada Tuhan disaat semua makhluk (Malaikat dan Jin) diperintahkan untuk bersujud kepada Adam sebagai Khalifah. Karena tidak mau tunduk, Tuhan menyatakan Iblis sebagai penentang (kafirin). Rupanya bukannya insyaf dan kembali patuh pada Tuhan, Iblis malah merasa Tuhan telah mentakdirkannya sebagai kelompok kafirin.
Iblis merasa tak ada lagi kesempatan menjadi hamba yang patuh kepada Tuhan. Sejak saat itulah Iblis memantapkan dirinya sebagai penentang Tuhan. Kedengkiannya kepada Adam membuat pikiran dan hatinya penuh dengan strategi (tips dan trik) untuk menggagalkan misi Adam dan anak cucunya sebagai khalifah pemakmur bumi.
Itu sebabnya seluruh pemikiran dan perbuatan Iblis selalu diarahkan agar manusia berbuat dosa, menentang Tuhan, merusak bumi, dan merusak diri mereka sendiri. Pokoknya gimana caranya biar manusia tidak berhasil menjadi orang salih, gagal menjadi orang sukses di dunia dan di akhirat.

Pada mulanya Iblis melakukan misi kedengkiannya itu sendirian. Kemudian ketika Iblis memiliki keluarga dan beranak pinak sebagaimana Adam dan Jin jin lainnya,..maka anak anak Iblis ini sebagian besar mengikuti tabiat Iblis, dan ikut membantu Iblis dalam mewujudkan keinginannya untuk menggagalkan tugas manusia.

Di kalangan Jin, Iblis adalah nama yang sangat dikenal, karena Iblis termasuk tokoh Jin yang berilmu tinggi dan berpengetahuan luas. Kenyataan ini membuat banyak Jin jin lain dari luar keluarga Iblis yang terpengaruh untuk ikut dalam misi Iblis. Dengan demikian kelompok yang bergabung dalam misi Iblis makin bertambah. Kepintaran membuat propaganda dan tipu daya membuat pengikut Iblis makin bertambah banyak bahkan bukan lagi hanya dari kalangan Jin melainkan juga dari kalangan manusia.

Nah, semua yang tergabung dalam kelompok yang dipimpin Iblis itulah yang disebut setan. Jadi yang disebut setan adalah Iblis dan para pengikutnya baik dari kalangan Jin maupun Manusia (minnal jinnati wan naas).
Dari penjelasan diatas kita jadi mafhum, kalau Adam dan anak cucunya disebut bani Adam (anak keturunan Adam), sedangkan Iblis dan anak cucunya tidak disebut bani Iblis.
Iblis lebih berafiliasi dengan pengikut, bukan keturunannya, meskipun sebagian besar pengikutnya adalah dari keturunannya. Quran menyebut Iblis dan para pengikutnya ini sebagai Hizbus syaithan (kelompok syetan)
Jadi setan adalah nama kelompok (hizbusyaithan=kelompok setan) yang berasal dari jenis Jin dan Manusia,..sedangkan Iblis adalah nama pemimpin kelompok setan tersebut.
Baca Selengkapnya

Jumat, 17 September 2010

Mengintip Misteri Makam Sunan Gunung Jati


Kisah Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah memang selalu menjadi referensi bacaan yang menarik. Dalam perjuangannya menyebarkan agama Ilahi, selalu terselip kisah teladan. Bumbu-bumbu sikap teladan, perjuangan diplomasi sampai dengan pengkhianatan menghias dihampir semua referensi sejarah yang saya baca.


Bagi saya, kisah Sunan Gunung Jati ibarat sebuah drama yang bagian akhirnya masih sedang digubah. Adegan pertama drama itu dimulai sekitar tahun 1481 saat beliau mendapat mandat untuk memimpin Nagari Caruban Larang dari Pamannya Pangeran Cakrabuana, beberapa dasawarsa sebelum terbentuknya kota Cirebon. Memimpin sebuah daerah dalam wilayah kekuasaan Prabu Siliwangi, Sunan Gunung Jati tidak melulu mendapat kemudahan walau dirinya jelas cucu dari sang Prabu. Namun kesulitan dan kendala itu selalu di sikapi dengan arif dan bijaksana, namun jika bicara syariat Sunan Gunung Jati tak pandang bulu, tegas dan keras.


Bersama dengan keluarga dan pengikutnya yang digdaya, Sunan Gunung Jati berhasil membawa Nagari Caruban Larang menjadi daerah yang berkembang pesat. Sementara rakyatnya hidu dibawah panji Islam yang terang benderang dan meninggalkan keyakinan animisme ajaran nenek moyang.


Dari beberapa kisah tentang peng-Islaman daerah sekitar Nagari Caruban Larang, ada kisah yang menarik. Yakni saat Sunan Gunung Jati memberikan opsi kepada kerajaan Hindu yang tersisa di Pakuan Barat (sekarang Bogor) untuk memeluk Islam atau keluar dari Pakuan Barat. Ada golongan yang menerima, namun ada pula yang menolak. Kelompok kedua dari kerajaan Galuh ini misalnya, yang beranggotakan 40 pengawal yang dipimpin oleh panglimanya, menolak untuk masuk Islam, dan akhirnya menyingkir dari ibukota Pakuan ke desa Cibeo, Lebak, keberadaan mereka sekarang dikenal sebagai suku Baduy.


Sedang kelompok ketiga; kelompok pendeta, yang merupakan ulama kebatinan sepuh, menolak kedua pilihan diatas, yaitu memeluk agama Islam, atau menyingkir dari kotaraja.


Akhirnya Sunan Gunung Jati, ayah dari Maulana Hasanuddin si penguasa, bernegosiasi dengan ketuanya untuk meninggalkan istana dan dijanjikan akan diberikan daerah yang dapat dipergunakan untuk meneruskan kepercayaannya. Setelah negosiasi panjang dan melelahkan, hasilnya hanya jalan buntu, akhirnya Sunan Gunung Jati, yang pada saat itu telah menduduki jabatan tertinggi dari kesufian yaitu Wali Qutub (pemimpin para wali), akhirnya bermunajat kepada Allah, agar Istana Pakuan, yang berisi ulama kebatinan sepuh tersebut, dipindahkan kedunia lain, seperti yang kita kenal dengan Alam Jin.


Allah SWT mengabulkan munajatnya tersebut. Hingga saat ini, tidak ditemukan artifak atau batuan atau apapun sisa dari Istana Pakuan kuno yang diyakini berada disekitaran Kebun Raya Bogor.


Misteri Kesaktian Sunan


Kisah hilangnya istana Pakuan kuno merupakan salah satu kisah kesaktian Sunan Gunung Jati, karena menurut naskah yang termaktub di Caruban Kanda (1844), Babad Cerbon (1877), Wawacan Sunan Gunung Jati, Sajarah Cirebon, dan Babad Tanah Sunda --yang ditulis pertengahan abad ke-20, masih ada kesaktian Sunan Gunung Jati yang membuat banyak orang tercengang saat membacanya. Di naskah-naskah itulah bertebaran mitos kesaktian Sunan Gunung Jati, diantaranya adalah bahwa ia pernah mengalami perjalanan spiritual seperti Isra' Mi'raj, lalu bertemu Rasulullah SAW, bertemu Nabi Khidir, dan menerima wasiat Nabi Sulaeman. (Babad Cirebon Naskah Klayan hal.xxii).

Lalu ada kisah, dalam persinggahannya di Cina, Syarif Hidayatullah menyebarkan Islam sambil berpraktek sebagai tabib. Setiap yang datang berobat diajarinya berwudu dan diajak salat. Manjur, si sakit sembuh. Dalam waktu singkat, nama Syarif Hidayatullah semerbak di kota raja. Kaisar pun kemudian tertarik menjajal kesaktian ''sinse'' dari Tanah Pasundan itu.


Syarif Hidayatullah dipanggil ke istana. Sementara itu, Kaisar menyuruh putrinya yang masih gadis, Lie Ong Tien, mengganjal perutnya dengan baskom, sehingga tampak seperti hamil, kemudian duduk berdampingan dengan saudarinya yang memang sedang hamil tiga bulan. Syarif Hidayatullah disuruh menebak: mana yang bener-benar hamil.


Syarif Hidayatullah menunjuk Ong Tien. Kaisar dan para ''abdi dalem'' ketawa terkekeh. Tapi, sejurus kemudian, istana geger. Ong Tien ternyata benar-benar hamil, sedangkan kandungan saudarinya justru lenyap. Kaisar meminta maaf kepada Syarif Hidayatullah, dan memohon agar Ong Tien dinikahi.


Sejarahwan Prof. Dr. Hoesein Djajadiningrat menyangsikan cerita ini. Dalam disertasinya di Universitas Leiden, Belanda, 1913, yang berjudul Critische Beschouwing van de Sadjarah Banten, Hoesein terang-terangan menyebutkan bahwa lawatan Syarif Hidayatullah ke negeri Cina hanya legenda.


Jika dilirik dari akal sehat kisah kesaktian Sunan Gunung Jati tak masuk akal, tetapi bagi Allah SWT tak ada yang tak mungkin. Bisa saja jika Allah menghendaki kejadian itu memang benar adanya, apalagi jika melihat sosok Sunan Gunung Jati yang tentunya memiliki kadar iman yang tak bisa disebut sembarangan. Wallahu'alam Bishawab.


Makam Sunan Gunung Jati


Pada usia 89 tahun, Sunan Gunung Jati mundur dari jabatannya untuk hanya menekuni dakwah. Kekuasaan itu diserahkannya kepada Pangeran Pasarean. Pada tahun 1568 M, Sunan Gunung Jati wafat dalam usia 120 tahun, di Cirebon. Pemimpin spriritual, sufi, mubaligh dan dai ini dimakamkan di komplek pemakamam Gunung Sembung.


Makam Sunan Gunung Jati yang terletak di bukit Gunung Sembung hanya boleh dimasuki oleh keluarga Kraton sebagai keturunannya selain petugas harian yang merawat sebagai Juru Kunci-nya. Selain dari orang-orang yang disebutkan itu tidak ada yang diperkenankan untuk memasuki makam Sunan Gunung Jati.


Alasannya antara lain adalah begitu banyaknya benda-benda berharga yang perlu dijaga seperti keramik-keramik atau benda-benda porselen lainnya yang menempel ditembok-tembok dan guci-guci yang dipajang sepanjang jalan makam. Keramik-keramik yang menempel ditembok bangunan makam konon dibawa oleh istri Sunan Gunung Djati yang berasal dari Cina, yaitu Putri Ong Tien.


Dalam perkembangannya Gunung Sembung juga menjadi komplek pemakaman keluarga Keraton Cirebon yang merupakan keturunan dari Sunan Gunung Jati.


Ada 9 pintu yang terdapat dalam Makam Sunan Gunung Jati, yaitu 1)Pintu Gapura, 2)Pintu Krapyak, 3)Pintu Pasujudan, 4)Pintu Ratnakomala, 5)Pintu Jinem, 6)Pintu Rararoga, 7)Pintu Kaca, 8)Pintu Bacem dan 9)Pintu Teratai. Para pengunjung atau peziarah hanya diperkenankan masuk sampai di pintu ke-5 saja.


Para peziarah di Makam Sunan Gunung Jati hanya diperkenankan sampai dibatas pintu serambi muka yang pada waktu-waktu tertentu dibuka dan dijaga selama beberapa menit kalau-kalau ada yang ingin menerobos masuk. Dari pintu yang diberi nama Selamat Tangkep itu terlihat puluhan anak tangga menuju Makam Sunan Gunung Jati.


Uniknya didalam kompleks makam Sunan Gunung Jati terdapat kompleks makam warga Tionghoa dibagian barat serambi muka yang dibatasi oleh pintu yang bernama Pintu Mergu. Lokasinya disendirikan dengan alasan agar peziarah yang memiliki ritual ziarah tersendiri seperti warga Tionghoa tidak akan terganggu dengan ritual ziarah pengunjung makam.


Mengunjungi kompleks pemakaman Sunan Gunung Jati sebetulnya tidak terlalu sulit. Lokasi-nya tidak jauh dari kota Cirebon. Jalan masuknya juga bisa dilalui oleh mobil dan sudah tersedia lahan parkir yang cukup luas.


Yang sangat disayangkan adalah banyaknya penduduk setempat yang meminta donasi tidak resmi kepada pengunjung atau peziarah yang datang ke makam. Dari mereka yang meminta dengan suka rela sampai dengan mereka yang menggebrak meja tempat diletakkannya kotak donasi untuk menakut-nakuti pengunjung apabila mereka menolak untuk membayar. Yang meminta donasi tidak hanya orang dewasa, melainkan anak-anak balita sampai kaum tua renta juga setia mengikuti bahkan ada yang sambil menarik-narik baju pengunjung.


Macam-macam alasan yang digunakan, dari donasi untuk pemeliharaan makam sampai sumbangan sebagai ‘pembuka pintu’. Kalau anda datang bersama dengan rombongan peziarah, bersiaplah menghadapi puluhan peminta sumbangan yang sudah berbaris panjang dari parkiran anda masuk sampai ke pintu gerbang peziarah.


Sangat mengesalkan sebetulnya. Pemandu memberitahu agar kami ‘jangan memulai’ memberikan donasi setiap kali diminta karena hanya akan membuat peminta donasi lain akan memburu. Walaupun kami sudah berusaha membatasi jumlah donasi yang kami keluarkan dengan terus menerus mengatakan “tidak” tetap saja kami harus merogoh kantong beberapa kali.


Upaya menertibkan konon sudah pernah ada. Sultan pernah memerintahkan mereka untuk berhenti meminta donasi tidak resmi tersebut, namun seminggu-dua minggu kemudian timbul kembali.


Walau sedikit kesal namun ambil hikmahnya, anggap saja beramal dan menjaga fakir miskin, seperti pesan Sunan Gunung Jati di akhir hayat. 'ingsun titip tajug lan fakir miskin,' yang artinya beliau titip masallah/masjid dan fakir miskin"
Baca Selengkapnya

Kamis, 16 September 2010

30 Fakta mengenai Islam


Didedikasikan kepada seluruh Muslim di seluruh dunia, oleh Donald Kersey.

As Salaamu alaikum Sayang dan hormat saya kepada saudara-saudari sekalian dalam Islam, kali ini saya mencoba sampaikan bahwa kita sekarang dalam perlakuan yang tidak adil di seluruh dunia terhadap Muslim kita harus tetap dengan pegangan erat dengan tali Allah. Saya ingin berbagi kutipan oleh salah satu guru favorit Islam saya. (Ibnu Taimiyah) “Jika mereka membunuh saya itu akan menjadi sebagai. .. hahaadah bagi saya. Jika mereka mengusir saya, itu akan menjadi Hijrah bagi saya, jika mereka mengusir saya ke Siprus, saya akan memanggil orang-orang tersebut yang hanya kepada Allah sehingga mereka menjawab saya. Jika mereka memenjarakan saya, itu akan menjadi tempat ibadah bagi saya. ” Ibn al-Qayyim juga mengatakan: “Dia selalu sering berkata dalam sujud saat dipenjara, ‘Ya Allah, bantu saya untuk mengingat Engkau, untuk bersyukur kepada Engkau dan untuk menyembah Engkau adalah sebagai kebenaran.” dan dia berkata kepada saya sekali, “Orang yang (benar-benar) dipenjarakan adalah salah satu yang hatinya dipenjara dari Allah dan yang memikat adalah salah satu yang diperbudak hawa nafsunya.” Ini adalah 30 Fakta tentang Islam. Yang ditulis oleh Bobby Noor.


Dalam Nama Allah, Yang Maha Pemurah, Yang Maha Penyayang


30 Fakta tentang Islam :


1) … “Islam” berarti “perdamaian melalui penyerahan kepada Allah”.


2) “Muslim” berarti “seseorang atau sesuatu yang tunduk kepada kehendak Allah”.


3) Islam bukanlah kultus. Islam memilik jumlah pengikut lebih dari 1,5 miliar di seluruh dunia. Bersama dengan Yudaisme dan Kristen, Islam dianggap sebagai salah satu dari tiga tradisi Abrahamik.


4) Ada lima pilar praktek dalam Islam. Praktek ini harus dilakukan dengan upaya terbaik agar dapat dianggap sebagai Muslim sejati: A) syahadat – pernyataan iman dalam keesaan Allah dan bahwa Muhammad adalah nabi terakhir Allah. B) Formal sholat (Sholat Wajib) lima kali sehari. C) Puasa selama siang hari di bulan Ramadan. D) Membantu yang Miskin-karena “pajak (Zakat)” – 2,5% dari tabungan seseorang diberikan kepada orang miskin pada akhir setiap tahun. E) Ziarah ke Mekkah (Naik Haji) setidaknya sekali, jika fisik dan finansial mampu.


5) Ada enam artikel iman dalam Islam. Ini adalah keyakinan dasar yang kita harus miliki untuk dianggap sebagai Muslim sejati. Mereka adalah kepercayaan dalam: A) Tuhan Yang Maha Esa. B) semua nabi Allah. C) tulisan suci asli diwahyukan kepada nabi Musa, Daud, Yesus, dan Muhammad. D) para malaikat. E) hari kiamat dan akhirat. F) dekrit ilahi (atau takdir).


6) Islam adalah cara hidup yang lengkap yang mengatur semua aspek kehidupan: moral, spiritual, sosial, politik, ekonomi, intelektual, dll


7) Islam adalah salah satu agama yang paling cepat berkembang di dunia. Untuk menjadi muslim, orang dari setiap ras atau budaya harus mengatakan sebuah pernyataan sederhana, syahadat tersebut, yang menjadi saksi untuk kepercayaan kepada Tuhan Yang Esa dan bahwa Nabi Muhammad adalah nabi terakhir Allah.



8 ) “Allah” adalah kata Arab yang berarti “Tuhan”. Muslim juga percaya bahwa “Allah” adalah nama pribadi dari Tuhan.


9) Allah tidak hanya Tuhan Muslim saja. Dia adalah Allah dari semua orang dan semua ciptaan. Hanya karena orang-orang merujuk kepada Allah menggunakan istilah yang berbeda tidak berarti bahwa mereka adalah allah yang berbeda. orang Spanyol menyebut Allah sebagai “Dios” dan orang-orang Perancis menyebut Allah sebagai “Dieu”, namun mereka semua Tuhan yang sama. Menariknya, kebanyakan orang Yahudi Arab dan Kristen Arab merujuk kepada Tuhan sebagai “Allah”. Dan firman Allah dalam bahasa Arab muncul pada banyak dinding gereja Arab.


10) Konsep Islam dari Tuhan adalah bahwa Dia mencintai, berbelas kasih, dan penuh kasih. Tapi Islam juga mengajarkan bahwa Dia adalah adil dan cepat dalam hukuman (Hisab). Namun demikian, Allah pernah berkata kepada Nabi Muhammad, “Rasa Kasih -Ku telah melampaui murka-Ku.” Islam mengajarkan keseimbangan antara ketakutan dan harapan, melindungi salah satu dari kedua rasa puas diri (Sombong/takabur) dan putus asa.


11) Umat Islam percaya bahwa Allah telah mengungkapkan 99 nama-Nya (atau atribut) dalam Alquran. Melalui nama-nama Nya bisa mengetahui Sang Pencipta. Beberapa nama-nama ini adalah: Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang Maha Mengetahui lagi Maha Pelindung, Penyedia, Dekat, Pertama, Yang Akhir, Yang Tersembunyi, dan Sumber Perdamaian.


12) Muslim percaya dan mengakui semua nabi lama, dari Adam sampai Yesus. Muslim percaya bahwa mereka membawa pesan perdamaian dan penyerahan (Islam) kepada orang-orang yang berbeda pada waktu yang berbeda. Muslim juga percaya bahwa para nabi itu adalah “muslim” karena mereka menyerahkan kehendak mereka kepada Allah.


13) Muslim tidak menyembah Muhammad atau berdoa melalui dia. Muslim hanya menyembah kepada Yang Maha Mengetahui, yang gaib dan Yang Pencipta, yaitu Allah.


14) Muslim menerima Taurat asli tidak berubah (Injil Musa) dan Alkitab yang asli (Injil Yesus) karena mereka diturunkan oleh Allah. Namun, tidak satupun dari mereka kitab asli yang ada saat ini, secara keseluruhan. Oleh karena itu, umat Islam mengikuti wahyu berikutnya, akhir, dan dipelihara Allah, Alquran.


15) Alquran tidak ditulis oleh Muhammad. Itu ditulis oleh Allah, diwahyukan kepada Muhammad, dan ditulis dalam bentuk fisik dengan teman-temannya.


16) Al-Qur’an Suci tidak memiliki kelemahan atau kontradiksi. Kata bahasa Arab asli Kitab Suci tidak pernah berubah atau dimodifikasi dengan.


17) Realisasi Alquran abad ketujuh, lengkap dan utuh, dipajang di museum-museum di Turki dan tempat-tempat lain di seluruh dunia.


18) Jika semua Alquran di dunia saat ini dibakar dan dihancurkan, dalam bahasa Arab yang asli akan tetap mengingatkan. Hal ini karena jutaan umat Islam, yang disebut Hafiz (atau “preservers”) telah hafal surat teks untuk surat dari awal sampai akhir, setiap kata dan suku kata. Selain itu, bab dari Al-Qur’an secara tepat dibacakan dari memori oleh setiap muslim di setiap shalat lima waktu.


19) Muslim tidak percaya pada konsep “penebusan mengganti” tetapi lebih percaya pada hukum tanggung jawab pribadi. Islam mengajarkan bahwa setiap orang bertanggung jawab atas tindakannya sendiri. Pada hari kiamat umat Islam percaya bahwa setiap orang akan dibangkitkan dan akan harus bertanggung jawab pada Tuhan untuk setiap kata mereka, berpikir, dan perbuatan. Akibatnya, seorang praktisi muslim selalu berjuang untuk menjadi orang benar.


20) Islam tidak disebarkan oleh pedang. Ini disebarkan oleh kata (ajaran Islam) dan contoh pengikutnya. Islam mengajarkan bahwa tidak ada paksaan dalam agama (Al Qur’an 2:256 dan 10:99).


21) Terorisme, tidak dibenarkan kekerasan dan pembunuhan orang tak bersalah mutlak dilarang dalam Islam. Islam adalah cara hidup yang dimaksudkan untuk membawa perdamaian ke masyarakat, apakah orang tersebut adalah Muslim atau tidak. tindakan-tindakan Ekstrem mereka yang mengaku Muslim mungkin, antara lain, akibat dari ketidaktahuan mereka atau kemarahan tak terkendali. penguasa Tiran dan mereka yang melakukan tindakan terorisme atas nama Islam hanya tidak mengikuti Islam. Orang-orang ini adalah individu dengan pandangan mereka sendiri dan agenda politiknya. Muslim fanatik ada yang lebih mencerminkan ajaran Islam sejati ulasan dari Timothy McVeigh atau David Koresh yang merupakan Kristen. Ekstrimisme dan fanatisme adalah masalah yang umum bagi semua kelompok agama. Siapa pun yang berpikir bahwa semua muslim adalah teroris harus ingat bahwa petinju terkenal Muhammad Ali, mungkin orang yang paling terkenal di zaman kita, adalah seorang Muslim yang taat.


22) Kata “jihad” tidak berarti “perang suci”. Sebaliknya, itu berarti perjuangan batin yang satu bertahan dalam berusaha untuk menyerahkan kehendak mereka kepada kehendak Allah. Sebagian Muslim mungkin mengatakan bahwa mereka akan melakukan “jihad” ketika berjuang dalam perang untuk membela diri atau sesama muslim mereka, tetapi mereka hanya mengatakan ini karena mereka mengakui bahwa hal itu akan menjadi perjuangan yang luar biasa. Tapi ada bentuk lain dari jihad yang lebih relevan dengan kehidupan sehari-hari seorang muslim seperti perjuangan melawan kemalasan, kesombongan, kekikiran, atau perjuangan melawan penguasa tiran atau terhadap godaan setan, atau melawan ego sendiri, dan lain-lain


23) Perempuan tidak tertindas dalam Islam. Setiap orang muslim yang menindas wanita tidak mengikuti Islam. Di antara ajaran-ajaran Nabi Muhammad banyak yang melindungi hak-hak dan martabat perempuan itu berkata, “… yang terbaik di antara kamu adalah orang-orang yang memperlakukan istri mereka dengan baik.” (HR al-Tirmidzi)


24) Islam memberikan hak-hak perempuan banyak di rumah dan dalam masyarakat. Diantaranya adalah hak untuk mendapatkan uang, untuk mendukung keuangan, untuk pendidikan, untuk warisan, menjadi diperlakukan dengan baik, untuk memilih, untuk mas kawin, untuk menjaga nama gadis mereka, untuk beribadah di masjid, dll, dll


25) Muslim perempuan mengenakan penutup kepala (jilbab) dalam pemenuhan Keputusan Allah untuk berpakaian sopan. Dari sudut pandang praktis, ini berfungsi untuk mengidentifikasi satu sebagai mencoba mengikuti Allah dalam kehidupan sehari-hari dan, karenanya, melindungi wanita dari uang muka yang tidak diinginkan dari laki-laki. Jenis pakaian sederhana telah dipakai oleh perempuan benar sepanjang sejarah. contoh menonjol adalah tradisional Biarawati Katolik, Bunda Teresa dan Perawan Maria, ibu Yesus.


26) Diatur pernikahan diizinkan dalam Islam, tetapi tidak diperlukan. Sedangkan “dipaksa” perkawinan, biasanya berasal dari praktek budaya, dilarang. Perceraian diperbolehkan, bagaimanapun, rekonsiliasi apa yang paling dianjurkan. Tapi kalau ada perbedaan bisa dipertemukan kemudian Islam memungkinkan perceraian adil.


27) Islam dan Negara “Islam” adalah dua agama yang berbeda. Islam adalah agama bagi semua ras dan memerintahkan penyembahan terhadap satu Tuhan yang gaib, Muslim ortodoks percaya, tidak pernah mengambil bentuk manusia. “Negara”, di sisi lain, adalah gerakan diarahkan terhadap non-putih dan mengajarkan bahwa Allah muncul dalam bentuk Fard Muhammad pada tahun 1930 dan bahwa Elia Muhammad (seorang laki-laki yang meninggal pada tahun 1975) adalah seorang nabi Allah. Keyakinan ini jelas bertentangan dengan teologi dasar Islam dijelaskan dalam Al Qur’an. Para pengikut dari “Bangsa” mematuhi beberapa prinsip Islam yang dicampur dengan ajaran lainnya yang asing bagi Islam. Untuk lebih memahami perbedaan antara kedua, membaca tentang Malcolm X, ziarah ke Mekah dan komentar berikutnya ke media. Islam mengajarkan kesetaraan antara semua ras (Qur’an 49:13).


28) Semua Muslim tidak identik dengan Arab. Islam adalah agama universal dan cara hidup yang mencakup pengikut dari semua ras orang. Ada Muslim di dan dari hampir setiap negara di dunia. Arab hanya mencakup sekitar 20% dari Muslim di seluruh dunia. Indonesia memiliki konsentrasi muslim terbesar dengan lebih dari 120 juta.


29) Dalam lima shalat harian, umat Islam menghadapi Ka’bah di Mekah, Saudi. Ini adalah struktur batu berbentuk kubus yang pada awalnya dibangun oleh Nabi Adam dan kemudian dibangun kembali oleh Nabi Ibrahim. Muslim percaya bahwa Ka’bah adalah rumah ibadah pertama di Bumi yang didedikasikan untuk menyembah satu Tuhan. Muslim tidak menyembah Ka’bah. Ini berfungsi sebagai titik fokus pusat untuk umat Islam di seluruh dunia, menyatukan mereka dalam ibadah dan melambangkan kepercayaan umum mereka, fokus spiritual dan arah. Menariknya, bagian dalam Ka’bah kosong.


30) haji adalah ziarah simultan ke Ka’bah yang dibuat oleh jutaan umat Islam setiap tahun. Hal ini dilakukan untuk memperingati perjuangan Ibrahim, Ismail dan Hagar dalam menyerahkan kehendak mereka hanya kepada Allah semata.
Baca Selengkapnya

Minggu, 12 September 2010

Kelebihan Setan Dibandingkan Manusia


1. Pantang menyerah

Setan tidak akan pernah menyerah selama keinginannya untuk menggoda manusia belum tercapai. Sedangkan manusia banyak yang mudah menyerah dan malah sering mengeluh.


2. Selalu Berusaha

Setan akan mencari cara apapun untuk menggoda manusia dan agar tujuannya tercapai, selalu kreatif dan penuh ide. Sedangkan manusia ingin enaknya saja, banyak yang malas.


3. Konsisten

Setan dari mulai diciptakan tetap konsisten pada pekerjaanya, tak pernah mengeluh dan berputus asa. Sedangkan manusia banyak yang mengeluhkan pekerjaannya, padahal banyak manusia lain yang masih ngaggur.


4. Solider

Sesama setan tidak pernah saling menyakiti, bahkan selalu bekerjasama untuk menggoda manusia. Sedangkan manusia, jangankan peduli terhadap sesama, kebanyakan malah saling bunuh dan menyakiti.


5. Jenius

Setan itu paling pintar mencari cara agar manusia tergoda. Sedangkan manusia banyak yang tidak kreatif, bahkan banyak yang jadi peniru dan plagiat.


6. Tanpa Pamrih

Setan itu bekerja 24 Jam tanpa mengharapkan imbalan apapun. Sedangkan manusia, apapun harus dibayar.


7. Suka berteman

Setan adalah mahluk yang selalu ingin berteman, berteman agar banyak temannya di neraka kelak. Sedangkan manusia banyak yang lebih memilih mementingkan diri-sendiri dan egois.
Baca Selengkapnya

Kamis, 09 September 2010

Pertanda Orang Mendapat Gangguan Jin atau Mahluk Halus


Ada kalanya kita ,melihat orang di dekat kita atau bahkan kita sendiri merasakan ciri-ciri di bawah ini, maka ada kemungkinan kita mendapat gangguan mahluk halus

I. SECARA FISIK
1.Pusing-pusing sebagian atau keseluruhan, leher berat/kaku
2.Bahu,pundak selalu berat/pegal
3. Nyeri,panas atau terasa berat pada bagian-bagian tertentu
4. Sakit pada perut atau ulu hati
5.Dada sesak atau panas
6.Gangguan sekitar rahim,prostat,ginjal
7.Pandangan mata kabur
8. Mendengkur sangat keras ketika tidur atau suara gigi bergesekan
9. Makan minum berlebihan
10. Memiliki kekuasaan fisik yang diluar kemampun umumnya manusia
11. Sakit yang sangat pada jam-jam tertentu
12. Sakit yang berpindah- pindah
13. Sakit yang tiba-tiba datang dan tiba-tiba hilang

II. SECARA PSIKIS
1. Mudah dan sering marah/tersinggung
2. Bingung dan sulit konsentrasi
3. Sering bermimpi yang menakutkan/tidak menyenangkan
4. Sering bermimpi didatangi binatang buas
5. Sering bermimpi dengan orang yang sama
6. Bermimpi jatuh ditempat yang tinggi
7. Bermimpi berada ditempat yang bau busuk sekali
8. Resah,gelisah,takut,minder
9. Sulit tidur,banyak tidur
10. Malas beraktifitas dalam kebaikan
11. Sering berprasangka buruk,was-was
12. Mood tidak stabil
13. Merasa ada bisikan-bisikan di hati atau di telinga
14. Pernah atau sering mendengar suara letusan diatap atau disekitar rumah khususnya malam hari
15. Bisa melihat sesuatu (makhluk halus atau benda) yang unumnya tidak terlihat oleh orang lain
16. Merasa selalu ada yang mengikuti

III. SECARA IBADAH
1. Sering lupa jumlah rakaat Shalat
2. Terasa berat/mengantuk setiap berzikir atau membaca Al-Quran atau ketika hadir di Pengajian
3. Sering sulit bangun malam (Tahajjud)
4. Sering batal ketika wudhu
5. sering tidak yakin ketika berwudhu,mandi janabah atau was-was ketika Sholat

IV. SECARA AKTIVITAS SOSIAL
1. Terhalang rezekinya, sering gagal dalam usaha mencari nafkah
2. Terhalang jodohnya
3. Dijauhi/dibenci rekan-rekan

Semua hal di atas Insya Allah akan diatasi dengan cara di bawah ini:

I. SINARILAH RUMAHMU
DENGAN SHALAT DAN BACAAN ALQURAN SERTA ARTINYA SETIAP HARI ( AL-HADITS)

II. LAKUKAN 8 SUNNAH NABI MUHAMMAD SAW
DISETIAP HARI KITA :
1. SHALAT TAHAJJUD
2. BACA AL-QURAN DAN MAKNANYA
3. SHALAT SUBUH DI MASJID
4. SHALAT DHUHA
5. SEDEKAH SETIAP HARI
6. BANYAK ISTIGHFAR
7. MENJAGA WUDHU
Baca Selengkapnya

Rabu, 08 September 2010

Ayat-Ayat Hitam Talmud


Talmud merupakan kitab suci kelompok Zionis-Yahudi di seluruh dunia. Seluruh tindak-tanduk Zionis-Israel mengacu pada ayat-ayat Talmudisme. Bahkan Texe Marrs, investigator independen Amerika yang telah menelusuri garis darah Dinasti Bush selama enam tahun, menemukan bukti bahwa keluarga besar Bush, termasuk Presiden AS George Walker Bush, merupakan sebuah keluarga yang sangat rajin mendaras dan mempelajari Talmud.

“Dinasti Bush adalah dinasti Yahudi dan mereka menjadikan Talmud sebagai kitab sucinya. Adalah salah besar menyangka mereka sebagai keluarga Kristiani. Mereka menunggangi kekristenan untuk menipu warga Kristen dunia. Padahal, mereka merupakan keluarga Talmudis yang taat, ” demikian Texe Marrs.

Kita tentu sudah banyak mendengar tentang Talmud. Namun belum banyak yang mengetahui apa saja ayat-ayatnya. Berikut kami tampilkan sejumlah ayat-ayat Talmud yang menjadi dasar segala tindakan kaum Zionis terhadap orang-orang non-Yahudi (Ghoyim atau Gentilles), dan darinya Anda akan bisa “memahami” mengapa kaum Zionis selalu saja mau menang sendiri, selalu mengkhianati perjanjian, dan sebagainya. Inilah ayat-ayat suci mereka:

“Hanya orang-orang Yahudi yang manusia, sedangkan orang-orang non Yahudi bukanlah manusia, melainkan binatang.” (Kerithuth 6b hal.78, Jebhammoth 61a)

“Orang-orang non-Yahudi diciptakan sebagai budak untuk melayani orang-orang Yahudi.” (Midrasch Talpioth 225)

“Angka kelahiran orang-orang non-Yahudi harus ditekan sekecil mungkin.” (Zohar II, 4b)

“Orang-orang non-Yahudi harus dijauhi, bahkan lebih daripada babi yang sakit.” (Orach Chaiim 57, 6a)

“Tuhan (Yahweh) tidak pernah marah kepada orang-orang Yahudi, melainkan hanya (marah) kepada orang-orang non-Yahudi.” (Talmud IV/8/4a)

“Di mana saja mereka (orang-orang Yahudi) dating, mereka akan menjadi pangeran raja-raja.” (Sanhedrin 104a)

“Terhadap seorang non Yahudi tidak menjadikan orang Yahudi berzina. Bisa terkena hukuman bagi orang Yahudi hanya bila berzina dengan Yahudi lainnya, yaitu isteri seorang Yahudi. Isteri non-Yahudi tidak termasuk.” (Talmud IV/4/52b)

“Tidak ada isteri bagi non-Yahudi, mereka sesungguhnya bukan isterinya.” (Talmud IV/4/81 dan 82ab)

“Orang-orang Yahudi harus selalu berusaha untuk menipudaya orang-orang non-Yahudi.” (Zohar I, 168a)

“Jika dua orang Yahudi menipu orang non-Yahudi, mereka harus membagi keuntungannya.” (Choschen Ham 183, 7)

“Tetaplah terus berjual beli dengan orang-orang non-Yahudi, jika mereka harus membayar uang untuk itu.” (Abhodah Zarah 2a T)

“Tanah orang non-Yahudi, kepunyaan orang Yahudi yang pertama kali menggunakannya.” (Babba Bathra 54b)

“Setiap orang Yahudi boleh menggunakan kebohongan dan sumpah palsu untuk membawa seorang non-Yahudi kepada kejatuhan.” (Babha Kama 113a)

“Kepemilikan orang non-Yahudi seperti padang pasir yang tidak dimiliki; dan semua orang (setiap Yahudi) yang merampasnya, berarti telah memilikinya.” (Talmud IV/3/54b)

“Orang Yahudi boleh mengeksploitasi kesalahan orang non-Yahudi dan menipunya.” (Talmud IV/1/113b)

“Orang Yahudi boleh mempraktekan riba terhadap orang non-Yahudi.” (Talmud IV/2/70b)

“Ketika Messiah (Raja Yahudi Terakhir atau Ratu Adil) dating, semuanya akan menjadi budak-budak orang-orang Yahudi.” (Erubin 43b)

Inilah sebagian kecil dari ayat-ayat hitam Talmud. Inilah landasan ideologis kaum Zionis dalam hidupnya. Setiap hari Sabtu yang dianggap suci (Shabbath), mereka mendaras Talmud sepanjang hari dan mengkaji ayat-ayat di atas. Mereka menganggap Yahudi sebagai ras yang satu-satunya berhak disebut manusia. Sedangkan ras di luar Yahudi mereka anggap sebagai binatang, termasuk orang-orang liberalis yang malah melayani kepentingan kaum Zionis.
Baca Selengkapnya

Kesaksian Kitab Syi'ah, Kenapa Orang Syi'ah Melaknat Abu Bakar Shidiq ?


Pada Rabu (1September 2010) dilaporkan bahwa pengadilan Syariah di Madinah, Arab Saudi menvonis seorang pengikut Syi'ah berkewarganegaraan Iran dengan hukuman empat bulan penjara dan dicambuk sebanyak 150 kali karena telah berani melaknat Abu Bakar al-Shiddiq dengan terang-terangan. Dia 'telah melakukan kejahatan dengan mengangkat sepatunya ke atas makam Abu Bakar al-Shiddiq radliyallaahu 'anhu, lalu mengucapkan kata-kata sumpah serapah dengan kutukan (laknat) terhadap orang terbaik dari umat ini sesudah Nabinya.

Sesungguhnya kebencian Syi'ah kepada para sahabat Nabi, khususnya Abu Bakar, Umar, Utsman, Aisyah dan lainnya tidaklah diragukan lagi. Dengan berbagai alasan yang mereka buat-buat, mereka berani melawan ketetapan Al-Qur'an yang telah jelas-jelas memuliakan mereka. Al-Qur'an menerangkan bahwa Allah telah meridlai mereka, menjanjikan surga-Nya bagi mereka, dan menyatakan dengan gamlang bahwa mereka sebagai umat yang mulia, Allah Ta'ala berfirman,

وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

'Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.' (QS. Al-Taubah: 100)

لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا

'Sesungguhnya Allah telah rida terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dengan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).' (QS. Al-Fath: 18)

Dalam ayat lain, Allah memuji para sahabat Nabi yang telah masuk Islam sebelum Fathu Makkah, begitu juga yang masuk Islam sesudahnya. Kemudian Allah menjelaskan bahwa yang masuk Islam sebelum Fathu Makkah lebih baik dan lebih utama, namun semuanya dijanjikan kebaikan.

لَا يَسْتَوِي مِنْكُمْ مَنْ أَنْفَقَ مِنْ قَبْلِ الْفَتْحِ وَقَاتَلَ أُولَئِكَ أَعْظَمُ دَرَجَةً مِنَ الَّذِينَ أَنْفَقُوا مِنْ بَعْدُ وَقَاتَلُوا وَكُلًّا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَى وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

'Tidak sama di antara kamu orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum penaklukan (Mekah). Mereka lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sesudah itu. Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.' (QS. Al-Hadid: 10)

Lebih luas lagi, Allah memuji seluruh sahabat beliau dari kalangan Muhajirin dan Anshar secara keseluruhan. Kemudian Dia menjelaskan bahwa orang-orang beriman sesudah mereka adalah orang-orang yang senantiasa mendoakan kebaikan untuk mereka dan memintakan ampun untuk mereka. Bukan orang-orang' yang melaknat dan mencela mereka di pagi dan sore hari sebagaimana firman Allah Ta'ala:

وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آَمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

'Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa: "Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang".' (QS. Al-Hasyr: 10)

Allah telah memilih mereka untuk menemani Nabi dan utusan-Nya dalam menyebarkan risalah Islam. Mereka berjuang bersama Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam dengan mengorbankan jiwa raga sehingga Allah memanggil kembali utusan-Nya. Dan tidaklah Islam tersebar ke penjuru dunia kecuali juga melalui mereka. Karenanya sangat pantas setiap orang Islam untuk mendoakan kebaikan dan memintakan ampun untuk mereka.

Memang di antara mereka ada yang melakukan kesalahan karena pribadi mereka memang tidak maksum dari dosa. Tetapi satu hal yang harus diingat bahwa mereka memiliki kebaikan yang sangat banyak. Bahkan kesabaran dan keteguhannya dalam beriman' bersama Nabi serta menolong beliau sudah cukup untuk menebus kesalahan-kesalahan tersebut. Karenanya, kesalahan mereka lebih berhak dimaafkan dan diampuni oleh Allah daripada kesalahan bapak-dan ibu kita. Dan inilah madhab Ahlus Sunnah wal Jama'ah.

Hal ini sangat berbeda dengan keyakinan Aqidah Syi'ah yang menjadikan laknat dan cela atas sahabat sebagai sarana meningkatkan keimanan yang seolah-olah mereka diciptakan untuk mencela. Dalam aqidah Syi'ah, mencaci dan menghina sahabat menjadi tiket utama untuk masuk ke dalam surga. Dan terhadap orang-orang yang mencintai sahabat Nabi, Syi'ah mengkafirkan dan menghalalkan darahnya.

Keyakinan Aqidah Syi'ah: Menjadikan laknat dan cela atas sahabat sebagai sarana meningkatkan keimanan yang seolah-olah mereka diciptakan untuk mencela.

Ni'matullah al-Jazairi (seorang ulama Syi'ah) dalam kitabnya Al-Anwar al-Nu'maniyah, II/307 menukilkan sebuah riwayat dari al-Shaduq, ia bertanya kepada Abu Abdillah, 'Apa pendapat Anda tentang membunuh seorang Nashib (Ahlus Sunnah)?' Ia menjawab, 'Darahnya halal (boleh membunuhnya), tapi aku khawatir atas keselamatan kamu. Jika kamu bisa, robohkan dinding atasnya atau kamu tengelamkan dia ke dalam air suapay tidak bisa memberikan kesaksian (yang memberatkan) atasmu, maka lakukanlah.' Aku bertanya lagi, 'Apa pendapat Anda dalam hartanya?' Ia menjawab, 'Ambillah hartanya semampumu.'

Berikut ini kami nukilkan beberapa keterangan tentang aqidah Syi'ah terhadap para sahabat Nabi, khususnya Abu Bakar ash-Shiddiq radliyallaahu 'anhu dalam kitab-kitab mereka:

1. Muhammad al-Tuursiirkani, dalam kitabnya La-aliul Akhbar, IV/92 menyebutkan doa-doa yang berisi laknat terhadap Abu Bakar, Umar, dan sahabat lainnya serta istri-istri Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam. 'Ya Allah laknatlah Umar, lalu Abu Bakar dan Umar, lalu Ustman dan Umar, lalu Mu'awiyah dan Umar, lalu Yazid dan Umar, lalu Ibnu Ziyad dan Umar, lalu Ibnu Sa'ad dan Umar, lalu bala tentaranya dan Umar. Ya Allah, laknatlah Aisyah, Hafshah, Hindun, Ummu Hakam, dan laknatlah orang-orang yang ridla dengan perbuatan mereka hingga hari kiamat.

2. Ahmad al-Ahsa'i dalam kitabnya al-Raj'ah, hal. 12, ketika menjelaskan tentang perjalanan Imam Mahdi, bahwa Imam dia (Imam Mahdi) akan menegakkan had atas Abu Bakar dan Umar serta 'Aisyah. Dan dikatakan,

فَإِذَا أَتَى الْمَدِيْنَةَ أَخْرَجَ اللاتَ وَالْعُزَّى فَأَخْرَقَهُمَا

'Dan apabila dia memasuki Madinah, dia akan mengeluarkan berhala Lata dan Uzza, lalu membakarnya.' (yang dimaksud Lata dan Uzza di sini adalah Abu Bakar dan Umar).

3. Ni'matullah al Jazairi dalam kitabnya al-Anwar al-Nu'maniyah, III/53 menfitnah Abu Bakar radliyallaahu 'anhu telah bersujud kepada berhala.

وَلَا تَعْجَبْ مِنْ هَذَا الْحَدِيْثِ فَإِنَّهُ قَدْ رُوِيَ فِي الْأَحْبَارِ الخَّاصَّةِ أَنَّ أَبَا بَكْرٍ كَانَ يُصَلِّي خَلْفَ رَسُوْلِ اللهِ وَالصَّنَمُ مُعَلَّقٌ فِي عُنُقِهِ، وَسُجُوْدُهُ لَهُ

'Dan janganlah heran dengan hadits ini, karena sesungguhnya telah diriwayatkan dalam beberapa hadits khusus bahwa Abu Bakar pernah shalat di belakang Rasulullah sambil mengalungkan berhala di lehernya, dan sujudnya itu kepada berhala.'

4. Ali al-Hara-iri dalam kitabnya Ilzam al-Nashib fii Itsbaat al-Hujjah al-Ghaib, II/266 menyebut Abu Bakar dan Umar sebagai Fir'aun dan Hamman.

'Al-Mufadhall bertanya, 'Wahai tuanku, siapakah Fir'aun dan Hamman itu?' Sang Imam menjawab, 'Abu Bakar dan Umar'.' (Kalau memang ini benar, kenapa Rasulullah tidak pernah menjelaskan semua ini, padahal beliau dibimbing oleh wahyu? Apakah para Imam Syi'ah lebih pintar dari Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam.-penulis)

5. Al-Kaf'ami dalam kitabnya al-Mishbah, hal. 552 menyebutkan doa yang berisi laknat terhadap Abu Bakar dan Umar yang dinamakan dengan Doa Shanamai Quraisy (Doa atas dua berhala Quraisy). Dia menyebutkan bahwa doa ini diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib radliyallaahu 'anhu.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَالْعَنْ صَنَمَيْ قُرَيْشٍ وَجِبْتَيْهَا وَطَاغُوْتَيْهَا وَإِفْكَيْهَا وَابْنَتَيْهِمَا اللَّذَيْنِ خَالَفَا أَمْرَكَ وَأَنْكَرَ وَحْيَكَ

'Ya Allah limpahkan shalawat untuk Muhammad dan keluarga Muhammad, dan laknatlah dua berhala Quraiys, dan kedua jibt dan thaghutnya (maksudnya: syetan yang disembah selain Allah-Pent), kedua tukang dustanya, dan kedua putrinya yang telah menyelisihi perintah-Mu dan mengingkari wahyu-Mu.. . . (dan seterusnya yang berisi penghinaan dan laknat atau kutukan atas keduanya).

6. Yusuf al-Bahrani dalam Lu'luah al Bahraini, yang ditahqiq oleh Sayyid Muhammad Bahr al-'Ulum, hal 133 menyebutkan bahwa syaikh/ulama mereka kerjaannya melaknat dan mencaci Syaikhaini (Abu Bakar dan Umar) serta orang-orang yang mengikuti jalan mereka dengan terang-terangan. Ini menjadi kegemaran dan kebiasaannya.

7. Al-Majlisi dalam kitabnya Mir'ah al-'Uqul, Juz 26, hal. 488 meneyebutkan riwayat dari Abu Abdillah tentang tafsir QS. Al-Fushilat: 29:

وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا رَبَّنَا أَرِنَا الَّذَيْنِ أَضَلَّانَا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ نَجْعَلْهُمَا تَحْتَ أَقْدَامِنَا لِيَكُونَا مِنَ الْأَسْفَلِينَ

'Dan orang-orang kafir berkata: "Ya Tuhan kami perlihatkanlah kami dua jenis orang yang telah menyesatkan kami (yaitu) sebagian dari jin dan manusia agar kami letakkan keduanya di bawah telapak kaki kami supaya kedua jenis itu menjadi orang-orang yang hina".'

Dia (Abu Abdillah) berkata, 'keduanya.' Kemudian berkata, 'Dan si fulan adalah syetan.'

Maksud perkataan Abu Abdillah, 'keduanya' adalah Abu Bakar dan Umar. Sedangkan 'fulan' adalah Umar, yaitu jin yang disebutkan dalam ayat adalah Umar. Dan dinamakan dengannya karena dia itu syetan, baik karena dia itu sekutu syetan karena termasuk anak zina atau dia suka berbuat makar dan menipu sebagaimana syetan. Ada penafsiran lain, bahwa maksud fulan adalah Abu Bakar. (Maka perhatikan dengan seksama, apakah mungkin Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam rela menikahi putri seorang yang memiliki sifat seperti ini? kedustaan Syi'ah sudah tidak bisa dimaafkan lagi,- Redaksi)

8. Al-Majlisi dalam Bihar al Anwar hal 235: menuliskan kalimat laknat atas' Abu Bakar dan menggolongkannya sebagai sabagai salah satu Ahli Tabut yang akan kekal dalam kerak api neraka bersama Fir'aun dan lainnya.

9. Muhammad bin Umar al-Kasyi, dalam kitabnya Rijal al-Kasyi, 61: Dari Abu Ja'far 'alaihis salam, bahwa Muhammad bin Abi Bakar membai'at Ali 'alaihis salam untuk berlepas diri dari bapaknya karena dia kafir. Dalam riwayat lain dia (Muhammad bin Abu Bakar) menyatakan bahwa bapaknya di neraka.

10.' 'Muhammad bin Ya'kub al-Kulaini dalam kitabnya al-Ushul min al-Kaafi, kitab al Hujjah, I/373, hadits no. 4, menukilkan sebuah riwayat yang disandarkan kepada Abu Abdillah: 'Tiga orang yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat, tidak akan disucikan, dan bagi mereka adzab yang pedih: Orang yang mengaku berhak imamah dari Allah yang bukan haknya, dan orang yang menentang imamah dari Allah, dan orang yang meyakini bahwa mereka berdua (Abu Bakar dan Umar) termasuk orang Islam.'

Dari penulis: Dari kitab-kitab yang menjadi rujukan sekte syiah di atas membuktikan bahwa orang Syi'ah telah mengafirkan sahabat Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam yang mulia, yaitu Abu Bakar al-Shiddiq dan Umar bin al-Khathab. Mereka' memandang baik perbuatan mencela dan mengutuk serta melaknat kedunya. Padahal Ahlus Sunnah meyakini keduanya sebagai manusia termulia sesudah Nabinya. Karenanya yang dilakkan oleh seorang pengikut Syi'ah dari Iran di makam Abu Bakar merupakan dorongan dari aqidahnya. Sedangkan yang disembunyikan dalam hati mereka lebih besar.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لَا يَأْلُونَكُمْ خَبَالًا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْآَيَاتِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ

'Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudaratan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.' (QS. Ali Imran: 118)

Dengan demikian upaya Taqrib antara Ahlus Sunnah dan Syi'ah tidak mungkin tewujud dengan baik dan sesuai dengan tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah sebelum kaum Syi'ah meninggalkan ajaran-ajaranya yang batil, di antaranya mencaci, mengutuk, dan mengafirkan mayoritas sahabat Nabi, lalu menuju pemahaman Islam yang telah diamalkan Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam dan para sahabatnya. Wallahu Ta'ala A'lam.
Baca Selengkapnya

Selasa, 07 September 2010

Bila Shalat ‘Ied Jatuh pada Hari Jumat


Apabila hari raya Idul Fithri atau Idul Adha bertepatan dengan hari Jum’at, apakah shalat Jum’at menjadi gugur karena telah melaksanakan shalat ‘ied? Untuk masalah ini para ulama memiliki dua pendapat.

Pendapat Pertama: Orang yang melaksanakan shalat ‘ied tetap wajib melaksanakan shalat Jum’at.

Inilah pendapat kebanyakan pakar fikih. Akan tetapi ulama Syafi’iyah menggugurkan kewajiban ini bagi orang yang nomaden (al bawadiy). Dalil dari pendapat ini adalah:

Pertama: Keumuman firman Allah Ta’ala,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ

“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sembahyang pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.” (QS. Al Jumu’ah: 9)

Kedua: Dalil yang menunjukkan wajibnya shalat Jum’at. Di antara sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ تَرَكَ ثَلاَثَ جُمَعٍ تَهَاوُنًا بِهَا طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قَلْبِهِ

“Barangsiapa meninggalkan tiga shalat Jum’at, maka Allah akan mengunci pintu hatinya.”[2] Ancaman keras seperti ini menunjukkan bahwa shalat Jum’at itu wajib.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِى جَمَاعَةٍ إِلاَّ أَرْبَعَةً عَبْدٌ مَمْلُوكٌ أَوِ امْرَأَةٌ أَوْ صَبِىٌّ أَوْ مَرِيضٌ

“Shalat Jum’at merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim dengan berjama’ah kecuali empat golongan: [1] budak, [2] wanita, [3] anak kecil, dan [4] orang yang sakit.”[3]

Ketiga: Karena shalat Jum’at dan shalat ‘ied adalah dua shalat yang sama-sama wajib (sebagian ulama berpendapat bahwa shalat ‘ied itu wajib), maka shalat Jum’at dan shalat ‘ied tidak bisa menggugurkan satu dan lainnya sebagaimana shalat Zhuhur dan shalat ‘Ied.

Keempat: Keringanan meninggalkan shalat Jum’at bagi yang telah melaksanakan shalat ‘ied adalah khusus untuk ahlul bawadiy (orang yang nomaden seperti suku Badui). Dalilnya adalah,

قَالَ أَبُو عُبَيْدٍ ثُمَّ شَهِدْتُ مَعَ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ فَكَانَ ذَلِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ ، فَصَلَّى قَبْلَ الْخُطْبَةِ ثُمَّ خَطَبَ فَقَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ هَذَا يَوْمٌ قَدِ اجْتَمَعَ لَكُمْ فِيهِ عِيدَانِ ، فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَنْتَظِرَ الْجُمُعَةَ مِنْ أَهْلِ الْعَوَالِى فَلْيَنْتَظِرْ ، وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَرْجِعَ فَقَدْ أَذِنْتُ لَهُ

“Abu ‘Ubaid berkata bahwa beliau pernah bersama ‘Utsman bin ‘Affan dan hari tersebut adalah hari Jum’at. Kemudian beliau shalat ‘ied sebelum khutbah. Lalu beliau berkhutbah dan berkata, “Wahai sekalian manusia. Sesungguhnya ini adalah hari di mana terkumpul dua hari raya (dua hari ‘ied). Siapa saja dari yang nomaden (tidak menetap) ingin menunggu shalat Jum’at, maka silakan. Namun siapa saja yang ingin pulang, maka silakan dan telah kuizinkan.”[4]

Pendapat Kedua: Bagi orang yang telah menghadiri shalat ‘Ied boleh tidak menghadiri shalat Jum’at. Namun imam masjid dianjurkan untuk tetap melaksanakan shalat Jum’at agar orang-orang yang punya keinginan menunaikan shalat Jum’at bisa hadir, begitu pula orang yang tidak shalat ‘ied bisa turut hadir.

Pendapat ini dipilih oleh mayoritas ulama Hambali. Dan pendapat ini terdapat riwayat dari ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Abbas dan Ibnu Az Zubair. Dalil dari pendapat ini adalah:

Pertama: Diriwayatkan dari Iyas bin Abi Romlah Asy Syamiy, ia berkata, “Aku pernah menemani Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan ia bertanya pada Zaid bin Arqom,

أَشَهِدْتَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عِيدَيْنِ اجْتَمَعَا فِى يَوْمٍ قَالَ نَعَمْ. قَالَ فَكَيْفَ صَنَعَ قَالَ صَلَّى الْعِيدَ ثُمَّ رَخَّصَ فِى الْجُمُعَةِ فَقَالَ « مَنْ شَاءَ أَنْ يُصَلِّىَ فَلْيُصَلِّ ».

“Apakah engkau pernah menyaksikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertemu dengan dua ‘ied (hari Idul Fithri atau Idul Adha bertemu dengan hari Jum’at) dalam satu hari?” “Iya”, jawab Zaid. Kemudian Mu’awiyah bertanya lagi, “Apa yang beliau lakukan ketika itu?” “Beliau melaksanakan shalat ‘ied dan memberi keringanan untuk meninggalkan shalat Jum’at”, jawab Zaid lagi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang mau shalat Jum’at, maka silakan.”[5]

Asy Syaukani dalam As Sailul Jaror (1/304) mengatakan bahwa hadits ini memiliki syahid (riwayat penguat). An Nawawi dalam Al Majmu’ (4/492) mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid (antara shahih dan hasan, pen). ‘Abdul Haq Asy Syubaili dalam Al Ahkam Ash Shugro (321) mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. ‘Ali Al Madini dalam Al Istidzkar (2/373) mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid (antara shahih dan hasan, pen). Syaikh Al Albani dalam Al Ajwibah An Nafi’ah (49) mengatakan bahwa hadits ini shahih.[6] Intinya, hadits ini bisa digunakan sebagai hujjah atau dalil.

Kedua: Dari ‘Atho’, ia berkata, “Ibnu Az Zubair ketika hari ‘ied yang jatuh pada hari Jum’at pernah shalat ‘ied bersama kami di awal siang. Kemudian ketika tiba waktu shalat Jum’at Ibnu Az Zubair tidak keluar, beliau hanya shalat sendirian. Tatkala itu Ibnu ‘Abbas berada di Thoif. Ketika Ibnu ‘Abbas tiba, kami pun menceritakan kelakuan Ibnu Az Zubair pada Ibnu ‘Abbas. Ibnu ‘Abbas pun mengatakan, “Ia adalah orang yang menjalankan sunnah (ajaran Nabi) [ashobas sunnah].”[7] Jika sahabat mengatakan ashobas sunnah(menjalankan sunnah), itu berarti statusnya marfu’ yaitu menjadi perkataan Nabi.

Diceritakan pula bahwa ‘Umar bin Al Khottob melakukan seperti apa yang dilakukan oleh Ibnu Az Zubair. Begitu pula Ibnu ‘Umar tidak menyalahkan perbuatan Ibnu Az Zubair. Begitu pula ‘Ali bin Abi Tholib pernah mengatakan bahwa siapa yang telah menunaikan shalat ‘ied maka ia boleh tidak menunaikan shalat Jum’at. Dan tidak diketahui ada pendapat sahabat lain yang menyelisihi pendapat mereka-mereka ini.[8]

Kesimpulan:

* Boleh bagi orang yang telah mengerjakan shalat ‘ied untuk tidak menghadiri shalat Jum’at sebagaimana berbagai riwayat pendukung dari para sahabat dan tidak diketahui ada sahabat lain yang menyelisihi pendapat ini.

* Pendapat kedua yang menyatakan boleh bagi orang yang telah mengerjakan shalat ‘ied tidak menghadiri shalat Jum’at, ini bisa dihukumi marfu’ (perkataan Nabi) karena dikatakan “ashobas sunnah (ia telah mengikuti ajaran Nabi)”. Perkataan semacam ini dihukumi marfu’ (sama dengan perkataan Nabi), sehingga pendapat kedua dinilai lebih tepat.

* Mengatakan bahwa riwayat yang menjelaskan pemberian keringanan tidak shalat jum’at adalah khusus untuk orang yang nomaden seperti orang badui (yang tidak dihukumi wajib shalat Jum’at), maka ini adalah terlalu memaksa-maksakan dalil. Lantas apa faedahnya ‘Utsman mengatakan, “Namun siapa saja yang ingin pulang, maka silakan dan telah kuizinkan”? Begitu pula Ibnu Az Zubair bukanlah orang yang nomaden, namun ia mengambil keringanan tidak shalat Jum’at, termasuk pula ‘Umar bin Khottob yang melakukan hal yang sama.

* Dianjurkan bagi imam masjid agar tetap mendirikan shalat Jum’at supaya orang yang ingin menghadiri shalat Jum’at atau yang tidak shalat ‘ied bisa menghadirinya. Dalil dari hal ini adalah anjuran untuk membaca surat Al A’laa dan Al Ghosiyah jika hari ‘ied bertemu dengan hari Jum’at pada shalat ‘ied dan shalat Jum’at. Dari An Nu’man bin Basyir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقْرَأُ فِى الْعِيدَيْنِ وَفِى الْجُمُعَةِ بِ (سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى) وَ (هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ) قَالَ وَإِذَا اجْتَمَعَ الْعِيدُ وَالْجُمُعَةُ فِى يَوْمٍ وَاحِدٍ يَقْرَأُ بِهِمَا أَيْضًا فِى الصَّلاَتَيْنِ.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca dalam dua ‘ied yaitu shalat Jum’at “sabbihisma robbikal a’la” dan “hal ataka haditsul ghosiyah”.” An Nu’man bin Basyir mengatakan begitu pula ketika hari ‘ied bertepatan dengan hari Jum’at, beliau membaca kedua surat tersebut di masing-masing shalat.[9]

Hadits ini juga menunjukkan dianjurkannya membaca surat Al A’laa dan Al Ghosiyah ketika hari ‘ied bertetapan dengan hari Jum’at dan dibaca di masing-masing shalat (shalat ‘ied dan shalat Jum’at).

* Siapa saja yang tidak menghadiri shalat Jum’at dan telah menghadiri shalat ‘ied, maka wajib baginya untuk mengerjakan shalat Zhuhur sebagaimana dijelaskan pada hadits yang sifatnya umum. Hadits tersebut menjelaskan bahwa bagi yang tidak menghadiri shalat Jum’at, maka sebagai gantinya, ia menunaikan shalat Zhuhur (4 raka’at).[10]

Semoga apa yang kami sajikan ini bermanfaat bagi kaum muslimin. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

Diselesaikan di Panggang, Gunung Kidul, 28 Dzulqo’dah 1430 H.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.muslim.or.id

[1] Pembahasan kali ini kami olah dari Shahih Fiqih Sunnah, Syaikh Abu Malik, 1/594-596, Al Maktabah At Taufiqiyah.

[2] HR. Abu Daud no. 1052, dari Abul Ja’di Adh Dhomri. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih.

[3] HR. Abu Daud no. 1067, dari Thariq bin Syihab. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.

[4] HR. Bukhari no. 5572.

[5] HR. Abu Daud no. 1070, Ibnu Majah no. 1310.

[6] Dinukil dari http://dorar.net

[7] HR. Abu Daud no. 1071. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.

[8] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, Syaikh Abu Malik, 1/596, Al Maktabah At Taufiqiyah.

[9] HR. Muslim no. 878.

[10] Lihat Fatwa Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts ‘Ilmiyah wal Ifta’, 8/182-183, pertanyaan kelima dari Fatwa no. 2358, Mawqi’ Al Ifta
Baca Selengkapnya

‘Mudik Lebaran’ dan Tradisi yang Keliru


Oleh Ustadz Abu Ahmad Zaenal Abidin bin Syamsuddin

Wahai, manusia. Hiasilah hubungan dengan kerabatmu untuk mencari ridha Allâh Ta’ala. Dengan bersilaturahmi, keberkahan umur dan rizki akan di raih dan derajat mulia akan tercapai di sisi Allâh Ta’ala. Ketahuilah, silaturahmi dengan sanak kerabat dan famili merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allâh Ta’ala.

Dari Anas bin Malik radhiyallâhu’anhu, bahwa Rasûlullâh Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

Barangsiapa yang ingin diluaskan rizkinya dan ditambah umurnya,
maka hendaklah melakukan silaturrahmi. [1]

Silaturrahmi yang hakiki bukanlah menyambung hubungan baik terhadap orang-orang yang telah berbuat baik terhadap kita. Namun, silaturrahmi yang sebenarnya ialah menyambung hubungan dengan orang-orang yang telah memutuskan tali silaturahmi dengan kita.

Dari Abdullah bin Amr radhiyallâhu’anhu, Nabi Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

Sesungguhnya bukanlah orang yang menyambung silaturahmi
adalah orang yang membalas kebaikan,
namun orang yang menyambung silaturahmi adalah
orang yang menyambung hubungan
dengan orang yang telah memutuskan silaturahmi.[2]

TRADISI ‘MUDIK LEBARAN‘ DALAM TINJUAN ISLAM

Sebagian besar kaum Muslimin di negeri kita mengira, bahwa mudik lebaran ada kaitannya dengan ajaran Islam, karena terkait dengan ibadah bulan Ramadhan. Sehingga banyak yang lebih antusias menyambut mudik lebaran daripada mengejar pahala puasa dan lailatul qadr. Dengan berbagai macam persiapan, baik tenaga, finansial, kendaraan, pakaian dan oleh-oleh perkotaan. Ditambah lagi dengan gengsi bercampur pamer, mewarnai gaya mudik. Kadang dengan terpaksa harus menguras kocek secara berlebihan, bahkan sampai harus berhutang.

Menjelang Hari Raya ‘Iedul Fitri, kantor pegadaian menjadi sebuah tempat yang paling ramai dipadati pengunjung yang ingin berhutang. Padahal yang benar, mudik tidak ada kaitannya dengan ajaran Islam karena tidak ada satu perintahpun baik dari Al-Qur’an maupun As Sunnah yang menyatakan bahwa, setelah menjalankan ibadah Ramadhan harus melakukan acara silaturahmi untuk kangen-kangenan dan maaf-maafan, karena silaturahmi bisa dilakukan kapan saja sesuai kebutuhan dan kondisi.

Apabila yang dimaksud mudik lebaran sebagai bentuk kegiatan untuk memanfaatkan momentum dan kesempatan untuk menjernihkan suasana keruh dan hubungan yang retak, sementara tidak ada kesempatan yang baik kecuali hanya waktu lebaran, maka demikian itu boleh-boleh saja. Namun, bila sudah menjadi suatu yang lazim dan dipaksakan, serta diyakini sebagai bentuk kebiasaan yang memiliki kaitan dengan ajaran Islam, atau disebut dengan istilah tradisi Islami, maka demikian itu bisa menjadi bid’ah dan menciptakan tradisi yang batil dalam ajaran Islam.

Sebab seluruh macam tradisi dan kebiasaan yang tidak bersandar pada petunjuk syariat merupakan perkara bid’ah dan tertolak, sebagaimana sabda Nabi Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam:

Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allâh,
patuh dan taat walaupun dipimpin budak habasyi.
Karena siapa yang masih hidup dari kalian, akan melihat perselisihan yang banyak.
Maka berpegang teguhlah kepada sunnahku
dan sunnah para khulafaur rasyidin yang memberi petunjuk.
Berpegang teguhlah kepadanya dan gigitlah dengan gigi geraham kalian.
Waspadalah terhadap perkara-perkara baru (bid’ah),
karena setiap perkara yang baru adalah bid’ah dan setiap yang bid’ah adalah sesat.
(Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah)

SILATURAHMI YANG SESUAI DENGAN SUNNAH

Makna silaturahmi, secara bahasa adalah dari lafadz rahmah, yang berarti lembut dan kasih sayang.

Abu Ishaq rahimahullâh berkata:

“Dikatakan paling dekat rahimnya adalah orang yang paling dekat kasih sayangnya dan paling dekat hubungan kekerabatannya”.[3]

Imam Al-Allamah Ar-Raghib Al-Asfahani rahimahullâh berkata, bahwa ar-rahim berasal dari rahmah, yang berarti lembut yang memberi konsekuensi berbuat baik kepada orang yang disayangi. [4]

Oleh sebab itu, silaturrahmi merupakan bentuk hubungan dekat antara bapak dan anaknya, atau seseorang dengan kerabatnya dengan kasih sayang yang dekat, sebagaimana firman Allâh Ta’ala:

“Dan bertakwalah kepada Allâh,
yang dengan (mempergunakan) namaNya kamu saling meminta satu sama lain
dan peliharalah hubungan silaturahim.”
(QS An Nisa‘:1)

Silaturahmi dan berbuat baik kepada orang tua dan sanak kerabat merupakan urusan yang sangat penting, kewajiban yang sangat agung, dan amal salih yang memiliki kedudukan mulia dalam agama Islam, serta merupakan aktifitas ibadah yang sangat mulia dan berpahala besar. Banyak nash, baik dari Al-Qur‘an dan Sunnah yang memberi motivasi untuk silaturahmi dan mengancam siapa saja yang memutuskannya dengan ancaman berat.

Allâh Ta’ala berfirman, yang artinya :

“(Yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allâh sesudah perjanjian itu teguh
dan memutuskan apa yang diperintahkan Allâh (kepada mereka) untuk menyambungnya
dan membuat kerusakan di muka bumi.
Mereka itulah orang-orang yang rugi.”
(QS Al Baqarah : 27)

Pada ayat di atas terdapat anjuran agar setiap muslim melakukan silaturrahmi dengan kerabat dan sanak famili.

Abu Ja’far Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullâh berkata:

“Pada ayat di atas, Allâh menganjurkan agar menyambung hubungan dengan sanak kerabat dan orang yang mempunyai hubungan rahim dan tidak memutuskannya”.[5]

Oleh sebab itu, hendaknya setiap muslim melakukan silaturrahmi dengan sanak kerabat, baik dengan saudara laki-laki dan saudara perempuan, baik sekandung maupun hanya saudara sebapak atau seibu, atau sepersusuan. Semua hendaklah saling menyayangi, menghormati dan menyambung hubungan kekerabatan, baik pada saat berdekatan maupun berjauhan.

Dari Aisyah radhiyallâhu’anha, Nabi Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

“Rahim adalah syajnah (bagian limpahan rahmat)[6] dari Allâh.
Barangsiapa yang menyambungnya, maka Allâh akan menyambungnya.
Dan barangsiapa yang memutuskannya, niscaya Allâh akan memutuskannya.” [7]

Hubungan persaudaraan, khususnya antara saudara laki-laki dan saudara perempuan memiliki sentuhan yang sangat unik. Yaitu sentuhan batin yang sangat lembut serta kesetiaan yang sangat dalam. Semakin hari semakin subur, walaupun berjauhan jarak tempatnya.

Dari Abu Hurairah radhiyallâhu’anhu, ia berkata, bahwa Rasûlullâh Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

Sesungguhnya Allâh menciptakan makhluk.
Dan setelah usai darinya, maka rahim berdiri lalu berkata:
“Ini adalah tempat orang berlindung dari pemutusan silaturrahmi”.
Maka Allâh berfirman:
“Ya. Bukankah kamu merasa senang Aku akan menyambung hubungan
dengan orang yang menyambungmu,
dan memutuskan hubungan dengan orang memutuskan denganmu?”
Ia menjawab: “Ya”.
Allâh berfirman: “Demikian itu menjadi hakmu”. [8]

Barangsiapa yang memutuskan hubungan silaturrahmi tanpa alasan syar’i, maka berhak mendapatkan sanksi berat dan kutukan dari Allâh Ta’ala, serta diancam tidak masuk surga.

Allâh Ta’ala berfirman:

“Orang-orang yang merusak janji Allâh setelah diikrarkan dengan teguh
dan memutuskan apa-apa yang Allâh perintahkan supaya dihubungkan
dan mengadakan kerusakan di bumi.
Orang-orang itulah yang memperoleh kutukan
dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam).”
(QS Ar Ra’d : 25)
Dari Jubair bin Muth’im radhiyallâhu’anhu bahwa Nabi Muhammad Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan hubungan kerabat.[9]

KESALAHAN-KESALAHAN PADA SAAT HARI RAYA ‘IEDUL FITRI

Hari Raya ‘Iedul Fitri merupakan salah satu syiar kemuliaan kaum Muslimin. Pada hari itu, kaum Muslimin berkumpul. Jiwa-jiwa menjadi bersih dan persatuan terbentuk, Pengaruh kejelekan dan kesengsaraan hilang. Yang nampak pada hari itu hanyalah kebahagiaan. Namun yang pantas disesali, pada hari itu sering terjadi kekeliruan-kekeliruan dalam merayakannya. Di antaranya:
1. Meniru orang kafir dalam berpakaian. Fenomena ini merupakan hal aneh. Padahal seorang muslim dan muslimah seharusnya memiliki semangat untuk menjaga agama, kehormatan dan fitrahnya. Jangan tergoda dengan ikutikutan meniru kebiasaan orang-orang yang tidak menjaga kehormatannya.

2. Sebagian orang menjadikan hari raya sebagai syiar melaksanakan kemaksiatan, sehingga secara terang-terangan ia melakukan perbuatan yang diharamkan. Misalnya dengan mendengarkan musik dan nyanyian dan memakan makanan yang diharamkan Allâh Ta’ala.
3. Dalam berziarah (kunjungan) tidak memperhatikan etika Islami. Contohnya : bercampurnya laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, saling berjabat tangan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram.

4. Berlebih-lebihan dalam membuat makanan dan minuman yang tidak berfaedah, sehingga banyak yang terbuang, padahal banyak kaum Muslimin yang membutuhkan.

5. Hari Raya merupakan kesempatan yang sangat baik untuk menyatukan hati kaum Muslimin, baik yang ada hubungan kerabat ataupun tidak. Juga kesempatan untuk mensucikan jiwa dan menyatukan hati. Namun pada kenyataannya, penyakit hati masih tetap saja bercokol.

6. Menganggap bahwa silaturahmi hanya dikerjakan pada saat hari raya saja.

7. Menganggap bahwa pada hari raya sebagai saat yang tepat untuk ziarah kubur.

8. Saling berkunjung untuk saling maaf-memaafkan di antara para kerabat dan sanak famili dengan keyakinan saat itulah yang paling afdhal.[10]

SILATURAHMI YANG PALING UTAMA ADALAH BIRRUL WALIDAIN

Allâh Ta’ala mewajibkan seorang anak untuk taat, berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang tuannya. Bahkan Allâh Ta’ala menghubungkan perintah beribadah kepadaNya dengan berbuat baik kepada kedua orang tua, sebagaimana firman Allâh Ta’ala:

Dan Rabb-mu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia,
dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.
Jika salah seorang di antara keduanya
atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu,
maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”,
dan janganlah kamu membentak mereka.
Dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
(QS Al Isra` : 23)

Birrul walidain adalah berbuat baik kepada kedua orang tua, baik berupa bantuan materi, doa, kunjungan, perhatian, kasih sayang, dan menjaga nama baik pada saat hidup atau setelah wafat. Orang tua merupakan kerabat terdekat, yang banyak mempunyai jasa dan kasih sayang yang besar sepanjang masa, sehingga tidak aneh kalau hak-haknya juga besar.

Allâh Ta’ala berfirman :

Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya;
ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah
dan menyapihnya dalam dua tahun.
Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu,
hanya kepadaKu-lah kembalimu.
(QS Luqman : 14)

KEUTAMAAN BIRUL WALIDAIN

Di dalam Al-Qur‘an dan Sunnah Rasûlullâh Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam banyak disebutkan secara berulang-ulang, agar seorang anak berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Kebaikan dan pengorbanan orang tua tidak terhitung jumlahnya, baik berupa jiwa raga dan kekuatan, tidak berkeluh kesah dan tidak meminta balasan dari anaknya.

Adapun anak, ia harus selalu diberi wasiat dan diingatkan agar senantiasa mengingat terhadap jasa orang tua, yang selama ini telah mencurahkan jiwa dan raga serta seluruh hidupnya untuk membesarkan dan mendidiknya.

Seorang ibu, selama mengandung mengalami banyak beban berat. Allâh Ta’ala menyebutkan, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Ibu lebih banyak menderita dalam membesarkan dan mengasuh anaknya. Penderitaan ketika hamil, tidak ada yang bisa merasakan payahnya, kecuali kaum ibu.

Imam Bukhari rahimahullâh di dalam Adabul Mufrad, dari Abu Burdah radhiyallâhu’anhu, bahwa ia menyaksikan Ibnu Umar radhiyallâhu’anhu dan seorang laki-laki dari Yaman sedang melakukan thawaf -sambil menggendong ibunya di belakang punggungnya-.

Laki-laki tersebut berkata:

‘Sesungguhnya saya menjadi tunggangannya yang tunduk, jikalau tunggangan lain terkadang susah dikendalikan, aku tidaklah demikian’.

Lalu ia bertanya kepada Ibnu ‘Umar:

‘Wahai Ibnu Umar, apakah dengan ini saya sudah membayar jasanya?.

Beliau menjawab:

”Sama sekali belum, walaupun satu kali sengalan nafasnya (saat melahirkanmu)”[11]
Dari Al Miqdam bin Ma’dikarib radhiyallâhu’anhu, bahwasanya Rasûlullâh Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam bersabda :

Sesungguhnya Allâh berwasiat agar kalian berbuat baik kepada ibu-ibumu,
lalu Allâh berwasiat agar berbuat baik kepada ibu-ibumu,
kemudian Allâh berwasiat kepada bapak-bapakmu,
dan kemudian Allâh berwasiat kepada kalian agar berbuat baik kepada sanak kerabatmu. [12]

Begitulah, anak adalah bagian hidup dan belahan hati orang tua. Kasih sayangnya mengalir di dalam darah daging keduanya. Seorang anak selalu merepotkan dan menyita perhatian kedua orang tuanya. Tatkala kedua orang tua tetap berbahagia dengan keadaan putra-putrinya, akan tetapi betapa cepatnya seorang anak melalaikan semua jasa orang tuanya, dan hanya sibuk mengurus isteri dan anak-anaknya. Padahal berbuat baik kepada kedua orang tua merupakan keputusan mutlak dari Allâh Ta’ala, dan merupakan ibadah yang menempati urutan ke dua setelah ibadah kepada Allâh Ta’ala.

Mari kita segera mulai dengan berbuat baik, menghormati dan memuliakan mereka berdua. Karena birrul walidain memiliki keutamaan.

_______________

[1]
Lihat Shahih Abu Dawud (1486), Shahih Adabul Mufrad (56) Shahih Muslim, Bab Al Birri Washshilah, hadits ke-20.
[2]
Lihat ShahihAdabil Mufrad (68), Bab Laisal Wasil Bil Mukafi’.
[3]
Lihat Lisanul Arab, 5/174, Bab Dzal Wa Ra’.
[4]
Lihat Mufradatul Qur‘an, hlm. 346.
[5]
Lihat Tafsir Ath Thabari, Juz 1/144 dan Tafsir Ibnu Katsir, Juz 1/83.
[6]
Lihat Syarah Adabul Mufrad, karya Husain Ibnu Uwadah Al Awayisyah, Juz 1/72.
[7]
Lihat Silsilah Hadits Shahihah, no. 925; Adabul Mufrad, no. 55, dan Shahih Muslim, Bab Al Birri wa Ash Shilah, hadits ke-17.
[8]
HR. Imam Bukhari dalam Shahih-nya dalam Kitabut Tafsir, 4830 dan Imam Muslim dalam Kitabul Birri, 6465.
[9]
HR. Imam Bukhari dalam Shahih-nya, Kitabul ‘Adad, Bab Itsmil Qath’i, 5984; Muslim dalam Shahih-nya, Kitabul Birri, Bab Silaturrahim, 6467 dan Abu Dawud dalam Sunan-nya, 1696.
[10]
Lihat Ahkamul ‘Idain wa ‘Asyr Dzulhijjah, karya Dr. ‘Abdullah bin Muhammad Ath Thayyar.
[11]
Adabul Mufrad, hadits no. 11, Bab Jazaul Walidain. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani.
[12]
Shahih Adabul Mufrad, 60; Sunan Ibnu Majah, 23, Kitabul Adab dan Shilisilah Hadits Shahihah, 1666.
Baca Selengkapnya