Selasa, 30 November 2010

Bolehkah Tidak Menghadiri Majelis Ilmu Karena Telah Tersedia Buku Agama dan Radio?


Pertanyaan:

Alhamdulillah, kita bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas berbagai kemudahan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepada kita dalam mempelajari agama dengan keberadaan majaah, buku terjemahan, vcd, radio Ahlus Sunnah. Pertanyaannya, apakah cukup dengan media-media tersebut sehingga tidak atau jarang menghadiri majelis ilmu?

Jawaban:

Tidak cukup, karena pada awalnya menuntuk ilmu itu harus lewat ulama. Walaupun sarana-sarana yang Anda sebutkan bisa digunakan dan dimanfaatkan sebagai sarana menuntut ilmu, namun terkadang seseorang salah dalam memahami apa yang dia baca atau apa yang dia dengar. Kesalahan ini biasanya disebabkan oleh keterbatasan ilmu atau pemahaman yang buruk. Dan jika tidak memahami, dia tidak bisa langsung bertanya. Adapun menuntut ilmu lewat ulama secara langsung, jika ada permasalahan yang belum bisa terpahami dengan baik, dia bisa menanyakannya langsung. Kemudian jika apa yang dia pahami salah, dia bisa segera meluruskan pemahamannya sebelum pemahaman itu melekat kuat. Dia juga bisa belajar cara membela pendapat yang benar dan cara membantah pendapat yang salah.

Alasan lain kenapa tidak cukup hanya dengan media-media tersebut, karena dalam menuntut ilmu itu ada kaidah-kaidah yang seyogyanya diperhatikan. Seperti memulai dengan mempelajari perkara-perkara yang paling penting dan dibutuhkan, dengan menggunakan panduan buku-buku yang ringkas dan lengkap, bukan buku-buku yang pembahasannya panjang lebar dan mendetail, serta disertai perdebatan. Kemudian meningkat ke derajat berikutnya yang lebih tinggi. Semua ini tentu harus dengan bimbingan guru yang ahli. Selain itu, belajar di dalam majelis ilmu memiliki banyak keutamaan yang tidak ada pada metode belajar lewat buku, kaset atau semacamnya. Majelis ilmu termasuk majelis dzikir. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُوْنَ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ حَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ

“Tidaklah sekelompok orang duduk berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kecuali para malaikat mengelilingi mereka, rahmat (Allah) meliputi mereka, ketentraman turun kepada mereka, dan Allah menyebut-menyebut mereka di hadapan (para malaikat) yang ada di sisi-Nya.” (HR. Muslim, no. 2700).

‘Atha’ rahimahullah mengatakan, “Majelis-majelis dzikir adalah majelis-majelis halal dan haram; bagaimana seseorang membeli, menjual, berpuasa, shalat, bersedekah, menikah, bercerai dan berhaji.” (Al-’Ilmu, Fadhluhu wa Syarafuhu, hal. 132).

Syaikh Salil al-Hilali hafizhahullah berkata, “Majelis-majelis dzikir yang dicintai oleh Allah adalah majelis-majelis ilmu, mempelajari al-Qur’anul Karim dan as-Sunnah al-muththaharrah (yang disucikan) secara bersama-sama dan mencari kepahaman tentangnya. Dan bukanlah yang dimaksudkan (dengan majelis dzikir yaitu) halaqah-halaqah tari dan perasaan model Shufi.” (Bahjatun Nazhirin, 2/519. Cet. 1, Th. 1415 H/1994 M).

Syaikh Abdur Razaq bin Abdul Muhshin al-Badr hafizhahullah, salah seorang dosen di Jami’ah Islamiyah (Universitas Islam, -ed.) di kota Madinah mengatakan, “Tidak diragukan lagi bahwa menyibukkan diri dengan menuntut dan mencari ilmu, mengetahui halal dan haram, mempelajari al-Qur’anul Karim dan merenungkannya, mengetahui Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sirah (riwayat hidup) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta berita-berita beliau adalah dzikir terbaik dan paling utama. Majelis-majelisnya adalah majelis-majelis paling baik, lebih baik daripada majelis-majelis dzikrullah yang berisi tasbih, tahmid dan takbir. Karena pembicaraan dalam majelis-majelis ilmu berkisar antara yang fardhu ‘ain atau fardhu kifayah, sedangkan dzikir semata-mata (hukumnya) adalah tathawwu’ murni (disukai; sunnah; tidak wajib).” (Fiqhul Ad’iyah wal Adzkar, 1/104, karya Syaikh Abdur Razaq bin Abdul Muhshin al-Badr).

Seandainya keutamaan majelis ilmu hanyalah yang disebutkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits ini, maka itu sudah cukup sebagai pendorong kaum Muslimin untuk menghadiri majelis ilmu. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan semangat kepada kita untuk rajin menghadiri majelis ilmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar