Minggu, 27 Februari 2011

Jurnalis Iran Ungkap Hubungan "Intim" antara Iran dan Israel

Jurnalis Iran yang dipenjara, Nader Karimi menemukan sebuah hubungan "intim" antara Iran dan Israel dan bersumpah akan meluncurkan buku tentang informasi yang dia ketahui tentang hal tersebut ketika dia nanti dibebaskan.

Nader Karimi, seorang narapidana dari Penjara Evin di Teheran, ia dipenjara atas tuduhan mendestabilisasi rezim yang berkuasa, mengatakan bahwa permusuhan antara Iran dan Israel tidak lebih hanya sekedar perang verbal yang dimaksudkan untuk memberikan kesan kepada dunia Muslim bahwa Iran adalah musuh setia Israel dan pelindung bangsa Palestina.

"Para pengamat, wartawan, dan analis politik terjebak dalam perang lisan mereka dan tidak mampu menggali kedalaman hubungan antara kedua negara," tulis Karimi dalam sebuah artikel yang dikirim ke AlArabiya.net.

Karimi menambahkan bahwa pemerintah Iran dan Israel telah menggunakan wartawan untuk membuat 'kebohongan' kredibel mereka dan untuk menipu dunia agar berpikir bahwa mereka adalah dua negara yang saling bermusuhan.
Karimi, yang juga ahli dalam urusan Iran-Israel, mengatakan bahwa bertahun-tahun ia menghabiskan waktu berbicara dengan diplomat Iran dan mempelajari sejarah hubungan antara Iran dan Israel membuatnya menyadari bahwa kedua negara, pada kenyataannya, telah mengambil keuntungan dari perang palsu yang disebarkan oleh media massa.

Sebelum menulis tentang sifat dari hubungan Iran-Israel, Karimi memutuskan untuk mengadakan pertemuan dengan perwakilan badan-badan intelijen di kedua negara itu.
"Sebagai seorang jurnalis yang diatur oleh etika jurnalisme, saya berpikir bahwa akan tidak etis untuk menulis tentang topik ini tanpa pertama kali bertemu dengan agen intelijen dari kedua negara baik Iran dan Israel untuk mempelajari kebenaran yang terjadi."
Karimi menjelaskan bahwa hal itu lebih mudah dan lebih murah untuk menemui agen dari divisi urusan Iran di Mossad dari pada bertemu agen dari divisi urusan Israel di Ettelaat, badan intelijen utama di Iran.

"Saya pergi ke Turki dan mendekati agen Israel asal Iran," tulisnya. "Saya katakan kepada mereka saya seorang wartawan oposisi yang ingin menggulingkan rezim saat ini dan hal itu cukup untuk mendapatkan kepercayaan mereka."

Menurut apa yang Karimi dengar dari agen Mossad, kejatuhan rezim saat ini tidak menguntungkan Israel untuk sementara waktu.

"Israel lebih suka sebuah rezim yang lemah dan terisolasi di Iran karena ini membuat lebih mudah bagi mereka untuk membangkitkan perang verbal mereka dan menyebarkan teror di wilayah ini."
Karimi mengatakan bahwa keasyikan Iran dengan proyek persenjataan besar mereka sebenarnya menjadi rencana Israel dan Amerika agar rezim tersebut jatuh menjadi mangsa mereka.

Melalui pertemuan dengan agen Mossad, Karimi merasa tidak mungkin bahwa Israel akan melancarkan serangan militer terhadap Iran.

Adapun agen intelijen Iran, Karimi berpura-pura bahwa ia melakukan kesalahan besar dengan telah menghubungi agen Mossad dan ia ingin membuat pengakuan dalam upaya untuk memperoleh wawasan dari perspektif intelijen Iran.

Setelah menghabiskan 20 jam sepanjang dua minggu dengan agen Mossad, Karimi menghabiskan lebih dari 200 jam diinterogasi dan disiksa di Departemen Intelijen dan Keamanan Nasional Iran sampai akhirnya dia dipaksa untuk menulis pengakuan atas kejahatan yang dia sendiri tidak lakukan.

"Namun, saya harus mengakui bahwa lebih mudah untuk mengekstrak informasi dari agen-agen intelijen Iran selama interogasi dari pada untuk mendapatkan informasi serupa dari agen-agen Israel."

Salah satu kesimpulan yang paling penting yang Karimi capai selama interaksi yang panjang dengan agen intelijen Iran adalah bahwa hal itu demi kepentingan Iran dengan melancarkan perang kata-kata melawan Israel yang setiap saat dan kemudian hari atau bahkan memulai aksi kekerasan di Daerah Pendudukan.

"Tindakan Israel memudahkan pemerintah Iran untuk melenturkan otot dan untuk menghasut opini publik Arab."

Dalam artikelnya, Karimi menunjukkan bahwa meskipun menyatakan perang antara Iran dan Israel, ternyata kedua negara memiliki hubungan dagang.

"Beberapa barang, seperti buah-buahan, diimpor dari Israel, lewat perusahaan Israel yang memiliki bisnis di Iran. Mereka berurusan dengan ekonomi di negara mereka sebut 'musuh'."
Karimi menambahkan bahwa pemerintah Iran tidak pernah membuat daftar komoditas Israel atau perusahaan yang harus dilarang dan mereka tidak mengharapkan untuk melakukannya.
Menurut Karimi, sejak perang Iran-Irak, broker Iran telah membeli senjata mahal dan peralatan dengan bantuan broker Israel.

"Gambar citra satelit yang diambil selama perang Iran-Irak mengungkapkan penggunaan peperangan elektronik, dengan radar sangat canggih dan peralatan nirkabel. Semua ini menimbulkan pertanyaan tentang klandestin kesepakatan antara Iran dan broker Israel."
Karimi menambahkan bahwa agen-agen Israel masuk dan keluar dari Iran dengan bebas dan tidak dengan paspor Israel.

"Ini terjadi tepat di bawah mata Departemen Intelijen dan Keamanan Nasional Iran."
Karimi menunjukkan bahwa pemerintah Iran mengambil keuntungan dari mahasiswa Palestina yang menerima hibah untuk belajar di Iran dan memaksa mereka untuk memata-matai sesama Palestina mereka serta di kedutaan Arab di Teheran.

"Seorang mahasiswa Palestina mengambil gelar PhD dalam sejarah Islam di Teheran direkrut oleh Departemen Intelijen dan Keamanan Nasional untuk memata-matai kedutaan Yordania dan Sudan di Teheran."

Mahasiswa ini, ia menambahkan, kemudian ditendang keluar dari Iran setelah menghabiskan 15 bulan di dalam penjara. [fq/aby/erm/syiahindonesia.com].
Baca Selengkapnya

Rabu, 23 Februari 2011

Cara Merekam Siaran Ahsan TV

Bismillaahirrahmaanirrahiim,

Pada halaman ini kami akan menjelaskan cara-cara untuk merekam siaran AhsanTV. Cara merekam siaran AhsanTV ini kami jelaskan dengan menggunakan VLC media player. Pilihan kami jatuh kepada VLC media player karena sifatnya yang open-source, cross-platform, portable, ringan dan mudah digunakan.

Untuk men-download dan menginstal VLC media player, silakan kunjungi http://www.videolan.org/vlc/.

Berikut adalah cara-cara merekam siaran AhsanTV dengan menggunakan VLC media player.

1. Jalankan VLC media player.

2. Klik Media > Open Network Stream… (CTRL+N).

3. Pilih "HTTP" pada kotak "Protocol."

4. Ketik http://ahsantv.serverroom.us/ahsantv pada kotak "Address."

5. Klik tombol panah ke bawah yang ada di samping tombol Play, kemudian pilih Stream (Alt+S).

6. Pada kotak dialog Stream Output, pada tab Source, klik tombol Next.

7. Pada kotak dialog Stream Output, pada tab Destination, pilih "File" pada kotak "New Destination" kemudian klik tombol "Add" yang ada di sebelah kanannya.

8. Ketikkan nama filenya, misal: "/home/muhammad/Desktop/ahsantv.mp4." Bisa juga dengan mengklik tombol "Browse…" yang ada di sebelah kanannya.

9. Pilih "Video – MPEG-4 + AAC (MP4)" pada kotak "Profile."

10. Klik tombol "Next" untuk berpindah ke tab "Options."

11. Klik tombol "Stream." VLC akan mulai memainkan videonya dan juga menyimpan videonya ke dalam sebuah berkas yang telah kita tentukan tadi.

Hasil rekaman tadi dapat kita lihat pada berkas yang telah kita tentukan tadi.

Silakan dicoba, mudah-mudahan bermanfaat.

CATATAN: TULISAN INI MASIH BERUPA DRAFT. SAYA TIDAK YAKIN CARA-CARA INI AKAN SAMA DAN BERHASIL DILAKUKAN PADA SISTEM OPERASI LAIN. CARA-CARA PEREKAMAN DILAKUKAN PADA SISTEM OPERASI UBUNTU 9.10 KARMIC KOALA DAN VLC MEDIA PLAYER 1.0.2 GOLDENEYE.


Sumber: ahsan.tv
Baca Selengkapnya

Minggu, 13 Februari 2011

Tulisan Qur’an Sebagai Hiasan Dinding

ما حكم تعليق الملصقات والبراويز التي تتضمن آيات قرآنية؟
الشيخ مشهور حسن ال سلمان

Hukum Menempelkan Stiker yang Memuat Ayat al Qur’an

السؤال 219: ما حكم تعليق الملصقات والبراويز التي تتضمن آيات قرآنية؟


Pertanyaan, “Apa hukum menempelkan stiker yang memuat ayat al Qur’an?

الجواب: كثير من الناس يهجر القرآن وللهجر أشكال وضروب فمن لم يقرأ القرآن هجره بعينه ومن لم يسمعه هجره بأذنه، ومن قرأه أو سمعه ولم يتدبره، فقد هجره بقلبه، ومن سمعه وقرأه وتدبره ولم يعمل به، فقد هجره بأركانه.

Jawaban Syaikh Masyhur al Salman,
“Ada banyak orang yang meninggalkan al Qur’an. Meninggalkan al Qur’an itu memiliki beberapa bentuk. Orang yang tidak pernah membaca al Qur’an adalah orang yang meninggalkan al Qur’an dengan penglihatannya. Orang yang tidak pernah mendengarkan al Qur’an adalah orang yang meninggalkan al Qur’an dengan pendengarannya. Orang yang sudah terbiasa mendengar ataupun membaca al Qur’an namun tidak merenungkan isi kandungannya adalah orang yang telah meninggalkan al Qur’an dengan hatinya. Sedangkan orang yang terbiasa mendengar dan membaca al Qur’an serta merenungi kandungannya namun tidak menerapkannya adalah orang yang meninggalkan al Qur’an dengan anggota badannya.

وإذا رأيتم الإنسان اعتنى بالظاهر عناية زائدة، فإن في هذا دلالة ظاهرة على خراب الباطن،

Jika Anda jumpai seorang yang sangat perhatian dengan sisi lahiriah maka ini adalah tanda yang jelas akan kosongnya hatinya.

فكثير من الناس القرآن عنده يعلقه في السيارة يظن أن هذا المصحف يحميه، وهو لا يقرأه ولا يعمل به،

Banyak orang yang menjadikan mushaf al Qur’an sebagai gantungan di mobil dengan keyakinan bahwa mushaf tersebut akan melindungi perjalanannya. Pemilik mobil itu sendiri tidak membaca dan mengamalkan al Qur’an yang dia gantungkan.

وكثير من الناس يهجر القرآن، ويجعل القرآن زينة في بيته يزين به جدران البيت،

Banyak orang yang meninggalkan al Qur’an dengan menjadikan al Qur’an sebagai hiasan di rumahnya tepatnya hiasan dinding rumahnya.

والقرآن أنزل لنزين به جدران قلوبنا، ولكي تظهر ثمرته وبركته على جوارحنا،

Al Qur’an itu diturunkan untuk menghiasi dinding hati kita agar buahnya nampak pada anggota badan kita.

وما أنزل الله القرآن ليتخذ مناظر على الجدران فهذا نوع من الإهانة للقرآن الكريم،

Allah tidaklah menurunkan al Qur’an untuk kita jadikan pemandangan di tembok. Tindakan ini adalah salah satu bentuk pelecehan terhadap al Qur’an.

ورضي الله عن أبي الدرداء فإنه كان يقول: (إذا حليتم مصاحيفكم وزخرفتم مساجيدكم فالدمار عليكم) ومعنى المساجد أن تزخرف يعني أنها تعطلت مهمتها ،

Moga Allah melimpahkan ridho-Nya untuk Abu Darda’. Beliau pernah mengatakan, “Jika kalian hiasi mushaf kalian dan kalian perindah masjid kalian maka itulah kehancuran kalian”. Yang dimaksud memperindah masjid adalah mengosongkan masjid dari fungsi pokoknya.

فمن وصايا السلف أن الإنسان المهموم يدخل المسجد لأنه لما يدخل المسجد ليجد بيتاً متواضعاً فيقول: لماذا أنا مهموم وهذه الدنيا ماذا تساوي إن كان بيت الله هكذا؟ فهذا يزيل عنه الغم،

Di antara wasiat salaf adalah agar orang yang sedang bersedih masuk ke dalam masjid. Hal ini dengan pertimbangan, jika dia masuk masjid lalu dia jumpai masjid berupa bangunan yang sangat sederhana maka dia akan berkata di dalam hati, ‘Mengapa aku sedih memikirkan dunia. Dunia ini tidak ada nilainya jika rumah Allah saja bentuk semisal ini?’. Masuk masjid bisa menghilangkan kegundahan hati.

أما اليوم فزخرفة المساجد أصبح فيها مضاهاة للنصارى، والنبي صلى الله عليه وسلم أخبرنا أننا سنحمرها ونصفرها ونزخرفها، وهذا شرط من أشراط الساعة.

Sedangkan saat ini, masjid diperindah serupa dengan nasrani yang mempercantik gerejanya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan bahwa kita akan mengecat masjid dengan warna merah atau kuning dan kita akan memperindah masjid padahal ini adalah salah satu tanda Kiamat.

فالأصل في المصاحف ألا تزين ، والأصل في البيوت أن تبقى على ما هي عليه، وما أنزل الله القرآن لتزيين الجدران بالآيات ،

Pada dasarnya mushaf itu tidak perlu dipercantik dan pada dasarnya tembok rumah itu dibiarkan sebagaimana kondisinya semula. Allah tidak menurunkan al Qur’an sebagai hiasan tembok rumah.

فاعتن بالقرآن العناية الشرعية واقبل عليه واقرأه قراءة صحيحة، بأحكام التلاوة، والتدبر، ثم إياك أن تهجر جوارحك القرآن وأحكامه فاعمل به، هذا هو المطلوب..

Berikan perhatian terhadap al Qur’an dengan cara-cara yang dibenarkan oleh syariat. Berikan perhatian terhadap al Qur’an dengan membaca secara benar dengan mengikuti aturan-aturan membaca al Qur’an dan merenungkan isi kandungannya. Jangan sampai anggota badanmu meninggalkan al Qur’an dan hokum-hukum yang terkandung di dalamnya. Amalkanlah isi al Qur’an. Inilah yang seharusnya kita lakukan”.

Sumber:

http://almenhaj.net/makal.php?linkid=575, www.ustadzaris.com
Baca Selengkapnya

Selasa, 08 Februari 2011

Memakan Makanan Setelah Panasnya Hilang

Memakan Makanan setelah panasnya hilang

عن قرة بن عبد الرحمن عن ابن شهاب عن عروة بن الزبير عن أسماء بنت أبي بكر:
أنها كانت إذا ثردت غطته شيئا حتى يذهب فوره ثم تقول : إنى سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: “إنه أعظم للبركة يعني الطعام الذي ذهب فوره ” .

Dari Asma binti Abu Bakr, sesunguhnya beliau jika beliau membuat roti tsarid wadahnya beliau ditutupi sampai panasnya hilang kemudian beliau mengatakan, aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya makanan yang sudah tidak panas itu lebih besar berkahnya”. [HR Hakim no 7124. Hakim mengatakan, “Hadits sahih sesuai dengan kriteria Muslim”. Pernyataan beliau ini disetujui oleh adz Dzahabi. Hadits di atas dimasukkan oleh al Albani dalam Silsilah Shahihah jilid 1 bag 2 no hadits 392].

و قد صح عن أبي هريرة رضي الله عنه أنه قال: ” لا يؤكل طعام حتى يذهب بخاره .
أخرجه البيهقي بإسناد صحيح كما بينته في ” الإرواء ” 2038

Dalam Silsilah Shahihah jilid 1 bag 2 hal 748, al Albani mengatakan, “Terdapat riwayat yang shahih dari Abu Hurairah, beliau mengatakan “Makanan itu belum boleh dinikmati sehingga asap panasnya hilang”. Diriwayatkan oleh al Baihaqi dengan sanad yang shahih sebagaimana kujelaskan dalam Irwa’ Ghalil no 2038”.

Tidakkah kita ingin makanan yang kita makan itu lebih berkah? Sudahkan kita mengamalkan hadits di atas?

Artikel www.ustadzaris.com
Baca Selengkapnya

Minggu, 06 Februari 2011

Hikmah Diperintahkannya Mencuci Jilatan Anjing Dengan Tanah

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


إِذَا وَلَغَ الْكَلْبُ فِي إِنَاءِ أَحَدِكُمْ فَلْيَرْقِهِ. ثُمَّ لَيَغْسِلْهُ سَبْعَ مِرَارٍ

"Apabila anjing minum (dengan ujung lidahnya) dalam wadah milik salah seorang di antara kalian, hendaklah ia membuang airnya kemudian membasuh wadah itu tujuh kali.

Prof. Thobarah dalam kitab Ruhu ad-Diin al-Islami berkata:"Dan salah satu hukum Islam dalam menjaga/melindungi kesehatan badan adalah penetapannya terhadap kenajisan anjing. Dan ini adalah mukjizat ilmiah yang dalam hal ini Islam telah mendahului ilmu kedokteran modern, yang mana terbukti bahwa anjing menularkan banyak penyakit kepada manusia. Karena sesungguhnya anjing terkena cacing pita yang bisa menular kepada manusia dan meyebabkan penyakit kronis yang terkadang sampai membahayakan kehidupannya. Dan telah terbukti bahwa semua jenis anjing tidak ada yang selamat dari terkena jenis cacing pita ini, maka wajib untuk menjauhkannya dari hal-hal yang berkaitan dengan manusia seperti makanan dan minumannya."

(Sumber: Taudhihul Ahkam jilid 1 hal. 109.www.alsofwah.or.id)
Baca Selengkapnya

Selasa, 01 Februari 2011

Contoh Perkara yang Termasuk Mengubah Ciptaan Allah dalam Berhias

Pertanyaan:

Contoh-contoh perkara apa saja yang termasuk mengubah ciptaan Allah dalam berhias?

Jawaban:

Pertanyaan Saudari akan terjawab dari sebuah soal yang sampai kepada Syekh Muhammad Al-Utsaimin dengan ringkasan pertanyaan sebagai berikut, “Kita mengetahui bahwasanya Allah tidak ridha jika manusia mengubah asal dari penciptaannya dan setan –kita berlindung kepada Allah dari kejelekannya– mengatakan bahwa ia akan benar-benar akan memerintahkan anak Adam untuk mengubah ciptaan Allah, dan Nabi pernah bersabda, ‘Allah melaknat orang yang menyambung rambutnya dan orang yang minta disambung, orang yang mencabut alis dan orang yang minta dicabuti, orang yang mentato dan yang minta ditato, orang yang merenggangkan giginya untuk keindahan yang mengubah ciptaan Allah.’

Sepertinya, alasan laknat adalah karena mereka mengubah ciptaan Allah. Namun ada beberapa hal yang masih samar bagi saya seperti mencabut bulu/rambut yang tumbuh di tangan dan kaki. Apakah menghilangkannya secara umum termasuk mengubah ciptaan Allah?”

Syekh Al-Utsaimin menjawab, “Mengubah ciptaan Allah ada yang diperintahkan –seperti sunanul fithrah– dan ada yang dilarang –seperti mencabut bulu alis, merenggangkan gigi, bertato, dan yang lainnya–. Ada pula yang tidak diperintahkan dan tidak pula dilarang, seperti mencukur bulu betis, lengan, telapak tangan, dan bulu kaki, serta yang serupa dengannya.

Perkara-perkara yang didiamkan (tidak diperintahkan dan tidak pula dilarang) oleh syariat ini mengandung beberapa kemungkinan. Namun, pada asalnya mengubah ciptaan Allah adalah haram karena termasuk perintah setan maka wajib untuk tidak melakukannya. Atau, kita katakan bahwasanya diamnya syariat menunjukkan bahwasanya hal tersebut tidak mengapa, karena jika itu termasuk hal yang dilarang, maka tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkannya dan akan melarang dengan lafal yang umum.

Kalau itu termasuk hal-hal yang diperintahkan, tentu syariat telah menetapkannya, sehingga hal ini termasuk hal yang dimaafkan, dengan tanda penyebutan macam yang dilarang karena penyebutan hal-hal yang dilarang menunjukkan bahwa selain dari hal tersebut adalah diperintahkan atau didiamkan.

Akan tetapi, tidak diragukan bahwa sikap berhati-hati dalam masalah ini adalah meninggalkannya dan tidak menentangnya kecuali jika bulu atau rambut tersebut banyak sehingga membuat jelek tubuh perempuan, sampai tangannya menyerupai tangan laki-laki atau kakinya seperti kaki laki-laki atau yang semisal dengan itu, yang kadang membuat suami menjauh. Oleh karena itu, dalam kondisi ini menghilangkannya adalah diperbolehkan, baik itu dengan guntuk, minyak (salep), atau yang lainnya.” (Fatawa Ulama Baladil Haram, Syekh Muhammad Al-Utsaimin, hlm. 1140)

Sumber: Majalah Mawaddah, Edisi 11, Tahun ke-1, Jumadil Ula–Jumadil Tsaniyah 1429 H (Juni 2008)
(Dengan beberapa pengubahan tata bahasa oleh redaksi www.konsultasisyariah.com)
Baca Selengkapnya

Rabu, 26 Januari 2011

Bagaimana Seseorang Terbebas Dari Kekerasan Hati?

Pertanyaan :

Bagaimana manusia terbebas dari kekerasan hati dan apakah sebab-sebabnya ?



Jawaban :

Sebab-sebab kekerasan hati ialah dosa, kemaksiatan, sering lalai dan bergaul dengan orang-orang yang lalai dan orang-orang yang fasiq. Semua kekerasan ini merupakan sebab-sebab kekerasan hati.

Sementara yang menyebabkan hati menjadi lunak, bersih dan tentram ialah mentaati Allah Subhanahu Wata'ala, berteman dengan orang-orang yang baik dan memelihara waktunya dengan dzikir, membaca al-Qur’an dan istighfar. Siapa yang memelihara waktunya dengan dzikir kepada Allah, membaca al-Qur’an, bergaul dengan orang-orang yang baik dan menjauhi bergaul dengan orang-orang yang lalai dan orang-orang yang jahat, maka hatinya menjadi baik dan lunak. Allah Subhanahu Wata'ala berfirman :


أَلاَبِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“...hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d: 28)

[Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, hal. 244, Syaikh Ibn Baz]


Sumber : Fatwa-Fatwa Terkini, jilid 3, hal: 573-574, cet: Darul Haq Jakarta,www.alsofwah.or.id
Baca Selengkapnya

Jumat, 07 Januari 2011

Nikah Dengan Orang Kafir

NIKAH DENGAN ORANG KAFIR

Oleh
Ustadz Kholid Syamhudi


Pernikahan dalam Islam bertujuan untuk membangun keluarga dalam naungan cinta. Keluarga adalah bagian kecil dari masyarakat yang harus disiapkan untuk membentuk masyarakat yang baik. Karena itulah Islam memberikan perhatian dalam mewujudkan faktor pendukung terciptanya hal ini. Bentuk perhatian ini dapat terlihat dari hukum syariat yang ditetapkan dalam membangun keluarga, nasehat, anjuran serta bimbingan dalam mewujudkan kehidupan yang baik.

Percampuran kaum muslimin dengan kafir dewasa ini adalah sesuatu yang tidak bisa dielakkan, karena kepentingan di antara mereka sangat berkait akibat adanya pergaulan bebas. Tentunya hal ini dapat mengakibatkan munculnya hubungan yang terus menerus dan saling mempengaruhi di antara mereka.

Berkait dengan intraksi antar umat beragama, Islam memiliki aturan yang sempurna. Aturan ini dapat menjaga keselamatan aqidah dan kepribadian umatnya, secara umum ataupun individu. Peraturan ini harus diterapkan oleh kaum muslimin demi menyelamatkan diri dan lingkungan dari kerusakan dan kesengsaraan.

Penerapan aturan ini menjadi semakin penting seiring dengan sedikitnya kaum muslimin yang mengerti syari’at serta gencarnya propaganda pluralisme yang mengusung pemikiran bahwa semua agama itu sama. Jika tidak diterapkan, lambat laun aqidah al-Walâ’(setia kepada kaum muslimin) wal Barâ (membenci orang-orangkafir) yang merupakan salah satu pokok aqidah Islam, akan terkikis habis.

Di antara fenomena yang menunjukkan aqidah al-Walâ’ dan al Barâ ini mulai luntur dari hati sebagian kaum muslimin dan perlu mendapatkan perhatian yaitu berlangsungnya pernikahan antara seorang wanita muslimah dengan non muslim (baca kafir) di masyarakat kita. Peristiwa tragis ini terjadi, mungkin karena ketidak tahuan si pelaku terhadap ajaran Islam tentang masalah ini atau ada yang sengaja mengaburkan ajaran Islam demi memuluskan penyebaran pemikiran pluralismenya. Oleh karena itu, aturan Islam tentang masalah ini perlu dijelaskan.

SIAPAKAH ORANG KAFIR ITU?
Orang kafir dalam syariat Islam adalah sebutan untuk umat non muslim yang terdiri dari kaum musyrikin dan ahli kitab, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

لَمْ يَكُنِ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ مُنفَكِّينَ حَتَّىٰ تَأْتِيَهُمُ الْبَيِّنَةُ

Orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata. [al-Bayyinah/ 98:1]

Oleh karena itu, saat membicarakan hukum pernikahan dengan orang kafir berarti mencakup hukum pernikahan dengan kaum musyrikin dan pernikahan dengan ahli kitab.

MENIKAHI WANITA MUSYRIK
Seorang muslim dilarang menikahi wanita musyrik baik merdeka maupun budak. Berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

وَلَا تُنكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّىٰ يُؤْمِنُوا ۚ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّن مُّشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ

Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Dan sungguh wanita budak yang mu'min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. [al-Baqarah/2:221][1]

Hal ini juga ditegaskan dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

وَلَا تُمْسِكُوا بِعِصَمِ الْكَوَافِرِ

Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir [al-Mumtanah/ 60:10]

Sehingga setelah Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat ini Umar bin al-Khatthab Radhiyallahu 'anhu menceraikan dua istri beliau Radhiyallahu 'anhu yang dinikahinya ketika masih musyrik.[2]

Ibnu Qudâmah rahimahullah menyatakan: Tidak ada perselisihan di antara para ulama bahwa wanita dan sembelihan semua orang kafir selain ahli kitab seperti orang yang menyembah patung, batu, pohon dan hewan yang mereka anggap baik, haram (bagi kaum muslimin).[3]

MENIKAHKAN WANITA MUSLIMAH DENGAN ORANG KAFIR
Kaum muslimin dilarang menikahkan wanita muslimah dengan semua orang kafir baik orang Yahudi, Nashrani, penyembah berhala (paganis) atau lainnya. Karena mereka tidak diperbolehkan menikahi wanita muslimah walaupun muslimah tersebut seorang fasiq. Allah Azza wa Jalla berfirman :

وَلَا تُنكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّىٰ يُؤْمِنُوا ۚ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّن مُّشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ ۗ أُولَٰئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ ۖ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ ۖ وَيُبَيِّنُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ

Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu'min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu'min lebih baik dari orang-orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintahnya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. [al-Baqarah/2:221]

Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimîn t menyatakan : Maknanya adalah janganlah kalian menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu'min-red) hingga mereka beriman.

Hal ini juga dipertegas dengan firman Allah l :

Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal bagi mereka. (Qs al-Mumtahanah/60:10)
Syaikh Muhammad al-Amîn asy-Syinqithi t menyatakan : “Ayat ini berisi pengharaman kaum mukminat bagi orang-orang kafir.”

Dalam ayat yang mulia ini Allah l melarang untuk mempertahankan status pernikahan kaum mukminat dengan orang kafir. Bila status pernikahan yang sudah terjadi saja harus diputus, maka tentu lebih tidak boleh lagi bila memulai pernikahan baru.
Sedangkan secara logika tentang pelarangan ini, syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimîn menyatakan : “Adapun dalil nazhari (dalil akal), karena tidak mungkin seorang muslimah itu akan menjadi baik di bawah kekuasaan suami yang kafir padahal suami adalah sayyid (pemimpin), sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah l :

Dan keduanya berlomba-lomba menuju pintu dan wanita itu menarik baju gamis Yusuf dari belakang hingga koyak dan kedua-duanya menjumpai suami (sayyid) wanita itu di depan pintu. (Qs Yusuf/12:25)
Rasulullah n juga bersabda :
اتَّقُوا اللَّهَ فِي النِّسَاءِ فَإِنَّهُنَّ عَوَانٌ عَلَيْكُمْ
Bertakwalah kepada Allah dalam urusan wanita, karena mereka adalah tawanan kalian.


Menikahi wanita Ahli Kitab
Allah l telah melarang seorang muslim menikahi wanita musyrik secara umum dalam surat al-Baqarah ayat 221 di atas, namun Allah k mengecualikan larangan menikahi wanita ahli kitab dalam firman-Nya:

Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberikanAl-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan dari kalangan kaum mukminat dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al-Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikan gundik-gundik. (Qs al-Mâidah/5:5)

Imam Abu Ja’far ath-Thabari t menyatakan: “Pendapat yang paling rajih tentang tafsir ayat (221 dari al-Baqarah –pen-) adalah pendapat Qatâdah t yang menyatakan bahwa yang dimaksudkan oleh Allah l dalam firmanNya:

(Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman) adalah wanita musyrik selain ahli kitab. Secara zhahir ayat ini bersifat umum. namun kandungannya bersifat khusus, tidak ada yang dimansukh (dihapus) sama sekali. Dan wanita ahli kitab tidak termasuk didalam ayat di atas, karena Allah l menghalalkan bagi kaum muslimin untuk menikahi wanita-wanita yang menjaga kehormatan dari ahli kitab dengan firman-Nya:

(dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al-Kitab sebelum kamu,) sebagaimana Allah k menghalalkan wanita-wanita mukminat yang menjaga kehormatan
Dengan dasar ayat ini para ulama membolehkan seorang muslim menikahi wanita ahli kitab yang merdeka. Imam Ibnu Qudâmah t menyatakan : “Tidak ada perselisihan di antara para ulama tentang kehalalan wanita merdeka ahli kitab. Di antara yang diriwayatkan (menikahi mereka) adalah Umar bin al-Khathab z , Utsmân z , Thalhah z , Hudzaifah z , Salmân z , Jâbir z dan yang lainnya.
Ibnu al-Mundzir t menyatakan: Tidak ada riwayat shahih dari seorangpun ulama generasi pertama yang mengharamkan wanita ahli kitab yang merdeka.

Mengapa wanita muslimah dilarang menikah dengan orang kafir sedangkan lelaki muslim diperbolehkan menikahi wanita kafir ahli kitab?
Pertanyaan ini dijawab dari dua sisi :
1. Islam itu tinggi dan tidak boleh direndahkan. Kepemimpinan dalam rumah tangga ada pada suami karena statusnya sebagai seorang lelaki walaupun setara dalam akad. Sebab kesetaraan tidak dapat menghilangkan perbedaan yang ada, sebagaimana dalam perbudakan. Apabila seorang lelaki memiliki budak wanita maka ia boleh menggaulinya dengan sebab perbudakan tersebut. Sedangkan wanita apabila memiliki budak lelaki maka tidak boleh berhubungan intim dengannya. Ditambah juga karena kepemimpinan lelaki atas wanita dan anak-anaknya padahal ia kafir tentunya agama sang wanita dan anak-anaknya tidak selamat dari pengaruhnya.
2. Islam itu sempurna sementara yang lain tidak. Maka dibangun di atas hal ini perkara sosial yang memiliki hubungan erat dalam tatanan rumah tangga. Seorang muslim apabila menikahi wanita ahli kitab maka ia beriman kepada kitab suci dan rasul wanita tersebut. Sehingga sang suami akan tinggal bersama istrinya ini dengan didasari penghormatan kepada agama sang istri secara garis besar. Lalu terjadilah di sana kesempatan untuk saling memahami dan bisa jadi mengantar wanita tersebut masuk Islam dengan konsekwensi kandungan kitab sucinya. Adapun bila seorang kafir ahli kitab menikahi wanita muslimah, ia tetap tidak beriman kepada agama wanita tersebut. Sehingga ia tidak menghormati prinsip dan agama istrinya. Dan tidak ada kesempartan untuk saling memahami pada perkara yang ia sendiri tidak mengimaninya. Karena itulah pernikahan ini dilarang.

Siapakah wanita ahli kitab yang dimaksud?
Mayoritas ulama menafsirkan kata al-Muhshanât dalam ayat ini dengan wanita yang menjaga kehormatannya dan dengan dasar ini sebagian ulama membolehkan pernikahan wanita ahli kitab yang menjaga kehormatannya baik merdeka ataupun budak.
Sedangkan yang dimaksud dengan ahli kitab di sini adalah orang Yahudi dan Nashrani (Kristen).
Namun yang perlu diingat di sini seorang muslim yang ingin menikahi wanita ahli kitab karena keadaan tertentu haruslah memiliki aqidah yang kokoh, mengerti hukum-hukum syari’at dan komitmen mengamalkan dan mematuhi hokum dan syiar Islam. Perlu diingat bahwa menikahi wanita ahli kitab mengandung banyak resiko terhadap aqidah sang lelaki ataupun nantinya berpengaruh pada agama anak keturunannya. Kenyataannya sudah jelas dan banyak terjadi, berapa banyak keluarga yang hancur agamanya dengan sebab ibunya seorang ahli kitab. Oleh karena itu sebaiknya ingat kembali kepada sabda Rasulullah n :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
Wanita dinikahi karena empat perkara: hartanya, keturunannya, kecantikannya dan agamanya, maka ambillah yang memiliki agama (baik), kamu akan beruntung (HR al-Bukhari).
Nikahilah wanita muslimah yang taat beragama! Itu lebih baik bagi anda.
Wabilahi taufiq.

Referensi:
1. Syarhu al-Mumti’ ‘Ala Zâd al-Mustaqni’ karya syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimîn
2. Al-Mughni karya Ibnu Qudâmah
3. Jâmi’ ahkâm an-Nisâ` karya syaikh Musthafa al-’Adawi
4. Fath al-Bâri Syarh Shahîh al-Bukhâri karya Ibnu Hajar al-‘Asqalâni.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XII/1430H/2009M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]
Lihat Syarhu al-Mumti’ 12/146
Lihat kisahnya diriwayatkan dalam Shahîh al-Bukhâri –lihat Fath al-Bâri 5/322
Lihat al-Mughnî 9/548
Syarhu al-Mumti’ 12/145
Adhwâ’ al-Bayân 8/163
Syarhu al-Mumti’ 12/145. Hadits yang beliau sampaikan ini ada dalam sunan at-Tirmidzi dengan lafazh :
أَلَا وَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا فَإِنَّمَا هُنَّ عَوَانٌ عِنْدَكُمْ
Ketahuilah berbuat baiklah pada wanita karena mereka adalah tawanan disisi kalian. (HR at-Tirmidzi no. 1163 dan beliau berkata : Hadits hasan shohih. Juga diriwayatkan ibnu Majah no. 1851)

Lihat jâmi’ Ahkâm an-Nisâ` 3/118
Diriwayatkan al-Baihaqi dengan sanad dha’îf sebagaimana disampaikan syaikh Musthafa al-‘Adawi dalam Jâmi’ Ahkâm an-Nisâ` 3/123
Diriwayatkan Sa’id bin Manshûr dan dinilai shahih oleh syaikh Musthafa al-‘Adawi dalam Jâmi’ Ahkâm an-Nisâ` 3/122
Diriwayatkan imam asy-Syâfi’i dalam al-Umm dan dinyatakan syaikh Musthafa al-‘Adawi : Para perawinya tsiqah. (lihat Jâmi’ Ahkâm an-Nisâ` 3/122
Al-Mughni 9/545
Diambil dari Jâmi’ Ahkâm an-Nisâ` 3/120 dengan sedikit perubahan.
Baca Selengkapnya

Kamis, 06 Januari 2011

Sumayyah binti Khayyat, Wanita Syahidah Pertama Dalam Islam

Namanya adalah Sumayyah binti Khayyat, hamba sahaya dari Abu Hudzaifah bin Mughirah. Beliau dinikahi oleh Yasir, seorang pendatang yang kemudian menetap di Mekah. Karenanya, tidak ada kabilah yang dapat membelanya, menolongnya, dan mencegah kezaliman atas dirinya. Sebab, dia hidup sebatang kara, sehingga posisinya sulit di bawah naungan aturan yang berlaku pada masa jahiliyah.

Begitulah Yasir mendapatkan dirinya menyerahkan perlindugannya kepada Bani Makhzum. Beliau hidup dalam kekuasaan Abu Hudzaifah, sehingga akhirnya dia dinikahkan dengan budak wanita bernama Sumayyah. Dia hidup bersamanya dan tenteram bersamanya. Tidak berselang lama dari pernikahannya, lahirlah anak mereka berdua yang bernama Ammar dan Ubaidullah.

Tatkala Ammar hampir menjelang dewasa dan sempurna sebagai seorang laki-laki, beliau mendengar agama baru yang didakwahkan oleh Muhammad bin Abdullah Shallallahu ‘alaihi wassalam kepada beliau. Akhirnya, berpikirlah Ammar bin Yasir sebagaimana berpikirnya penduduk Mekah. Karena kesungguhan dalam berpikir dan fitrahnya yang lururs, maka masuklah beliau ke dalam agama Islam.
Ammar kembali ke rumah dan menemui kedua orang tuanya dalam keadaan merasakan lezatnya iman yang telah terpatri dalam jiwanya. Beliau menceritakan kejadian yang beliau alami hingga pertemuannya dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam, kemudian menawarkan kepada keduanya untuk mengikuti dakwah yang baru tersebut. Ternyata Yasir dan Sumayyah menyahut dakwah yang penuh barakah tersebut dan bahkan mengumumkan keislamannya, sehingga Sumayyah menjadi orang ketujuh yang masuk Islam.

Dari sinilah dimulainya sejarah yang agung bagi Sumayyah yang bertepatan dengan permulaan dakwah Islam dan sejak fajar terbit untuk yang pertama kalinya.

Bani Makhzum mengetahui akan hal itu, karena Ammar dan keluarganya tidak memungkiri bahwa mereka telah masuk Islam bahkan mengumumkan keislamannya dengan kuat, sehingga orang-orang kafir tidak menanggapinya, melainkan dengan pertentangan dan permusuhan.

Bani Makhzum segera menangkap keluarga Yasir dan menyiksa mereka dengan bermacam-macam siksaan agar mereka keluar dari din mereka, mereka memaksa dengan cara mengeluarkan mereka ke padang pasir tatkala keadaannya sangat panas dan menyengat. Mereka membuang Sumayyah ke sebuah tempat dan menaburinya dengan pasir yang sangat panas, kemudian meletakkan di atas dadanya sebongkah batu yang berat, akan tetapi tiada terdengar rintihan ataupun ratapan melainkan ucapan Ahad… Ahad…,

beliau ulang-ulang kata tersebut sebagaimana yang dilakukan oleh Yasir, Ammar, dan Bilal.
Suatu ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam menyaksikan keluarga muslim tersebut yang tengah disiksa degan kejam, maka beliau menengadahkan ke langit dan berseru:

“Bersabarlah wahai keluarga Yasir, karena sesungguhnya tempat kembali kalian adalah Jannah.”

Sumayyah mendengar seruan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam, maka beliau bertambah tegar dan optimis, dan dengan kewibawaan imannya dia mengulang-ulang dengan berani, “Aku bersaksi bahwa Engkau adalah Rasulullah dan aku bersaksi bahwa janjimu adalah benar.”

Begitulah, Sumayyah telah merasakan lezat dan manisnya iman, sehingga bagi beliau kematian adalah sesuatu yang remeh dalam rangka memperjuangkan akidahnya. Di hatinya telah dipenuhi akan kebesaran Allah Azza wa Jalla, maka dia menganggap kecil setiap siksaan yang dilakukan oleh para taghut yang zalim. Mereka tidak kuasa menggeser keimanan dan keyakinannya sekalipun hanya satu langkah semut.

Sementara Yasir telah mengambil keputusan sebagaimana yang dia lihat dan dia dengar dari istrinya, Sumayyah pun telah mematrikan dalam dirinya untuk bersama-sama dengan suaminya meraih kesuksesan yang telah dijanjikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam.

Tatkala para taghut telah berputus asa mendengar ucapan yang senantiasa diulang-ulang oleh Sumayyah, maka musuh Allah Abu Jahal melampiaskan keberangannya kepada Sumayyah dengan menusukkan sangkur yang berada dalam genggamannya kepada Sumayyah. Maka terbanglah nyawa beliau yang beriman dan suci bersih dari raganya. Beliau adalah wanita pertama yang mati syahid dalam Islam. Beliau gugur setelah memberikan contoh baik dan mulia bagi kita dalam hal keberanian dan keimanan. Beliau telah mengerahkan segala apa yang beliau miliki dan menganggap remeh kematian dalam rangka memperjuangkan imannya. Beliau telah mengorbankan nyawanya yang mahal dalam rangka meraih keridhaan Rabbnya. “Dan mendermakan jiwa adalah puncak tertinggi dari kedermawanannya.”

Sumber: kitab Nisaa’ Haular Rasuul, karya Mahmud Mahdi al-Istanbuli dan Musthafa Abu an-Nashr asy-Syalabi, http://ahlulhadist.wordpress.com
Baca Selengkapnya

Rabu, 05 Januari 2011

7 Cara Mengatasi Penyakit Hasad

Seorang muslim yang hanif tentulah sadar bahwa penyakit hasad adalah penyakit yang harus diatasi mengingat bahaya yang ditimbulkannya teramat besar. Artikel ini secara singkat berusaha memberikan beberapa kiat untuk mengatasi penyakit hasad tersebut. Semoga bermanfaat

* Obat yang paling pertama adalah mengakui bahwa hasad itu merupakan sebuah penyakit akut yang harus dihilangkan. Tanpa adanya pengakuan akan hal ini, seorang yang tertimpa penyakit hasad justru akan memelihara sifat hasad yang diidapnya. Dan pengakuan bahwa hasad adalah sebuah penyakit yang berbahaya tidak akan timbul kecuali dengan ilmu agama yang bermanfaat.



* Ilmu yang bermanfaat, hal ini berarti bahwa seorang yang ingin mengobati hasad yang dideritanya harus memiliki pengetahuan atau ilmu, dan pengetahuan ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu secara global dan secara terperinci.


Pertama, secara global, maksudnya dia mengetahui bahwa segala sesuatu telah ditentukan berdasarkan qadha dan qadar-Nya; segala sesuatu yang dikehendaki-Nya akan terjadi dan segala sesuatu yang tidak dikehendaki-Nya, tidak akan terjadi. Demikian pula, dia menanamkan dalam dirinya bahwa rezeki yang telah ditetapkan dan diberikan Allah kepada para hamba-Nya, tidak akan berubah dan tertolak karena ketamakan dan kedengkian seseorang.

Kedua, secara terperinci, yakni dia mengetahui bahwa dengan memiliki sifat hasad, pada hakekatnya dia membiarkan sebuah kotoran berada di mata air keimanan yang dimilikinya, karena hasad merupakan bentuk penentangan terhadap ketetapan dan pembagian Allah kepada para hamba-Nya. Dengan demikian, hasad merupakan tindakan pengkhianatan kepada saudara-Nya sesama muslim dan dapat mewariskan siksa, kesedihan, kegalauan yang berkepanjangan. Demikian pula, hendaklah dia menanamkan kepada dirinya bahwa hasad justru akan membawa berbagai dampak negatif bagi dirinya sendiri, baik di dunia dan di akhirat. Sebaliknya, orang yang dihasadi justru memperoleh keuntungan berupa limpahan pahala akibat hasad yang dimilikinya [Fatawa Syaikh Jibrin 11/69; Maktabah Asy Syamilah].

Jadi bagaimana bisa seorang berakal membiasakan dirinya untuk dengki (hasad) kepada orang lain?!

Muhammad ibnu Sirin rahimahullah mengatakan,

“Saya tidak pernah dengki kepada orang lain dalam perkara dunia, karena apabila dia ditetapkan sebagai ahli jannah, bagaimana bisa saya mendengkinya dalam perkara dunia, sementara dia berjalan menuju jannah. Sebaliknya, jika dia adalah ahli naar, bagaimana bisa saya dengki kepadanya dalam perkara dunia, sementara dia berjalan menuju naar” [Muktashar Minhajul Qashidin 177].

* Dengan amal perbuatan yang bermanfaat, yaitu melakukan kebalikan dari perbuatan-perbuatan negatif yang muncul sebagai akibat dari sifat hasad [Fatawa Syaikh Jibrin 11/69; Maktabah Asy Syamilah]. Hal ini diisyaratkan Allah ta’ala dalam firman-Nya,


ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ (٣٤)

Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara Dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. (Fushshilat: 34).

Jika sifat hasad mendorongnya untuk mencemarkan dan memfitnah orang yang didengkinya, maka ia harus memaksakan lidahnya untuk memberikan pujian kepada orang tersebut. Jika sifat hasad mendorongya untuk bersikap sombong, maka ia harus memaksa dirinya untuk bersikap tawadhu’ (rendah hati) kepada orang yang didengkinya, memuliakan, dan berbuat baik kepadanya. Jika di kali pertama dia bisa memaksa dirinya untuk melakukan berbagai hal tersebut, maka insya Allah selanjutnya dia akan terbiasa melakukannya, dan kemudian hal itu menjadi bagian dari karakternya.

* Meneliti dan menelusuri sebab-sebab yang membuat dirinya menjadi dengki kepada orang lain, kemudian mengobatinya satu-persatu. Misalnya, sifat sombong diobati dengan sifat tawadhu‘ (rendah hati), penyakit haus kedudukan dan jabatan diobati dengan sifat zuhud, sifat tamak (rakus) diobati dengan sifat qana’ah dan berinfak, dst.


* Di antara obat hasad yang paling mujarab adalah sebagaimana yang telah diterangkan Allah dalam firman-Nya,


وَلا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبُوا وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبْنَ وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا (٣٢)

“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain, (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (An Nisa: 32).

Dalam ayat ini, Allah ta’ala melarang hamba-Nya iri (dengki) terhadap rezeki yang berada di tangan orang lain, dan Dia menunjukkan gantinya yang bermanfaat di dunia dan akhirat yaitu dengan memohon karunia-Nya karena hal tersebut terhitung sebagai ibadah dan merupakan perantara agar permintaannya dipenuhi apabila Allah menghendakinya [Fatawasy Syabakah Al Islamiyah 7/278; Maktabah Asy Syamilah].

* Bersandar kepada Allah, bermunajat serta memohon kepada-Nya agar berkenan mengeluarkan penyakit yang kotor ini dari dalam hatinya.


* Banyak mengingat mati. Abud Darda radhiallahu ‘anhu mengatakan,


من أكثر ذكر الموت قل فرحه وقل حسده

“Seorang yang memperbanyak mengingat mati, niscaya akan sedikit girangnya dan sedikit pula sifat hasadnya” [Hilyatul Auliya 1/220].

Penulis: Muhammad Nur Ichwan Muslim

Artikel www.muslim.or.id
Baca Selengkapnya

7 Cara Mengatasi Penyakit Hasad

Baca Selengkapnya

Selasa, 04 Januari 2011

Download Audio: Kumpulan Fatwa Fatwa Ulama

Silahkan Copy link dibawah ini

http://artikelassunnah.blogspot.com/2011/01/download-audio-kumpulan-fatwa-fatwa.html
Baca Selengkapnya

Sabtu, 01 Januari 2011

Download ebook, Makanan yang Diharamkan


Bismillah
Sebagian kita mungkin belum memahami apa saja makanan yang dihalalkan dan diharamkan. Berikut adalah sebuah e-book singkat berisi pembahasan seputar makanan yang diharamkan dalam Al Qur'an dan hadits. Moga bisa membantu kaum muslimin sekalian dalam memahami manakah makanan yang haram dan halal.

Silakan download e-book tersebut dengan cara copy link di bawah ini

http://www.ziddu.com/download/13215074/MAKANANYANGDIHARAMKANDALAMISLAM.docx.html?q=Di+sini
Baca Selengkapnya

Selasa, 28 Desember 2010

HUKUM MENGUCAPKAN SELAMAT TAHUN BARU

Pertanyaan : Apa hukumnya mengucapkan selamat tahun baru, sebagaimana yang banyak dilakukan oleh umat, seperti saling mengucapkan : كُلَّ عَامٍ وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ (setiap tahun engkau senantiasa berada dalam kebaikan) atau ucapan-ucapan semisal?

Asy-Syaikh Muhammad bin Shâlih Al-’Utsaimîn rahimahullah menjawab :

Ucapan selamat tahun baru bukanlah perkara yang dikenal di kalangan para ‘ulama salaf. Oleh karena itu lebih baik ditinggalkan. Namun kalau seseorang mengucapkan selamat karena pada tahun yang sebelumnya ia telah menggunakannya dalam ketaatan kepada Allah, ia mengucapkan selamat karena umurnya yang ia gunakan untuk ketaatan kepada Allah, maka yang demikian tidak mengapa. Karena sebaik-baik manusia adalah barangsiapa yang panjang umurnya dan baik amalannya. Namun perlu diingat, ucapan selamat ini hanyalah dilakukan pada penghujung tahun hijriyyah. Adapun penghujung tahun miladiyyah (masehi) maka tidak boleh mengucapkan selamat padanya, karena itu bukan tahun yang syar’i. Bahkan kaum kafir biasa mengucapkan selamat pada hari-hari besar mereka. Seseorang akan berada pada bahaya besar jika ia mengucapkan selamat pada hari-hari besar orang-orang kafir. Karena ucapan selamat untuk hari-hari besar orang-orang kafir merupakan bentuk ridha terhadap mereka bahkan lebih. Ridha terhadap hari-hari besar orang-orang kafir bisa mengeluarkan seorang muslim dari agama Islam, sebagaimana dijelaskan oleh Al-Imâm Ibnul Qayyim dalam kitab Ahkâm Ahlidz Dzimmah (Hukum-hukum tentang Kafir Dzimmi).

Kesimpulannya : Ucapan selamat untuk tahun baru hijriyyah lebih baik ditinggalkan tanpa diragukan lagi, karena itu bukan kebiasaan para ‘ulama salaf. Namun kalau ada seseorang yang mengucapkannya maka ia tidak berdosa.

Adapun ucapan selamat untuk tahun baru miladiyyah (masehi) maka tidak boleh.
Baca Selengkapnya

Minggu, 26 Desember 2010

Dahsyatnya Ujian Wanita dan Dunia

Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan kekuasaan dan hikmah-Nya yang sempurna menjadikan dunia serta perhiasannya yang fana ini sebagai medan ujian dan cobaan. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا

“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (Al-Mulk: 2)

الم. أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا ءَامَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ

“Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi?” (Al-’Ankabut: 1-2)
Selanjutnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan rahmah-Nya memberitahukan kepada hamba-hamba-Nya hikmah dihadapkannya mereka kepada berbagai ujian dan cobaan itu. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ

“Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (Al-’Ankabut: 3)
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullahu menyatakan dalam tafsirnya: “Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan tentang hikmah-Nya yang sempurna. Di mana sifat hikmah-Nya mengharuskan setiap orang yang mengaku beriman tidak akan dibiarkan begitu saja dengan pengakuannya. Pasti dia akan dihadapkan pada berbagai ujian dan cobaan. Bila tidak demikian, niscaya tidak bisa terbedakan antara orang yang benar dan jujur dengan orang yang dusta. Tidak bisa terbedakan pula antara orang yang berbuat kebenaran dengan orang yang berbuat kebatilan. Sudah merupakan ketentuan Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dia menguji (manusia) dengan kelapangan dan kesempitan, kemudahan dan kesulitan, kesenangan dan kesedihan, serta kekayaan dan kemiskinan.”
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullahu menyatakan dalam tafsirnya: “(Agar terbedakan) orang-orang yang benar dalam pengakuannya dari orang-orang yang dusta dalam ucapan dan pengakuannya. Sedangkan Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha mengetahui apa yang telah terjadi, yang sedang terjadi, dan yang akan terjadi. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga mengetahui cara terjadinya sesuatu bila hal itu terjadi. Hal ini adalah prinsip yang telah disepakati (ijma’) oleh para imam Ahlus Sunnah wal Jamaah.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala bahkan telah mengabarkan:

وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً أَتَصْبِرُونَ وَكَانَ رَبُّكَ بَصِيرًا

“Dan Kami jadikan sebagian kamu cobaan bagi sebagian yang lain. Maukah kamu bersabar? Dan adalah Rabbmu Maha melihat.” (Al-Furqan: 20)
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullahu menerangkan maksud ayat di atas dalam tafsirnya: “Seorang rasul adalah ujian bagi umatnya, yang akan memisahkan orang-orang yang taat dengan orang-orang yang durhaka terhadap rasul tersebut. Maka Kami jadikan para rasul sebagai ujian dan cobaan untuk mendakwahi kaum mereka. Seorang yang kaya adalah ujian bagi yang miskin. Demikian pula sebaliknya. Orang miskin adalah ujian bagi orang kaya. Semua jenis tingkatan makhluk (merupakan ujian dan cobaan bagi yang sebaliknya) di dunia ini. Dunia yang fana ini adalah medan yang penuh ujian dan cobaan.”
Dari penjelasan Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullahu di atas, kita dapatkan faedah bahwa: seorang istri adalah ujian bagi suaminya, anak adalah ujian bagi kedua orangtuanya, pembantu adalah ujian bagi tuannya, tetangga adalah ujian bagi tetangga yang lainnya, rakyat adalah ujian bagi pemerintahnya, dan sebagainya. Begitu pula sebaliknya.
Selanjutnya, Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullahu menerangkan: “Tujuannya adalah apakah kalian mau bersabar, kemudian menegakkan berbagai perkara yang diwajibkan atas kalian, sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membalas amalan kebaikan kalian. Ataukah kalian tidak mau bersabar yang dengan sebab itu kalian berhak mendapatkan kemurkaan (Allah Subhanahu wa Ta’ala) dan siksaan?! Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (Ali ‘Imran: 14)
Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitahukan bahwa kecintaan terhadap kenikmatan dan kesenangan dunia akan ditampakkan indah dan menarik di mata manusia. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menyebutkan hal-hal ini secara khusus karena hal-hal tersebut adalah ujian yang paling dahsyat, sedangkan hal-hal lain hanyalah mengikuti. Maka, tatkala hal-hal ini ditampakkan indah dan menarik kepada mereka, disertai faktor-faktor yang menguatkannya, maka jiwa-jiwa mereka akan bergantung dengannya. Hati-hati mereka akan cenderung kepadanya.” (Taisir Al-Karimirrahman, hal. 124)

Fitnah (godaan) wanita
Betapa banyak lelaki yang menyimpang dari jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala karena godaan wanita. Betapa banyak pula seorang suami terjatuh dalam berbagai kezaliman dan kemaksiatan disebabkan istrinya. Sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala memperingatkan hamba-hamba-Nya yang beriman dengan firman-Nya:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ

“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka.” (At-Taghabun: 14)
Al-Imam Mujahid rahimahullahu berkata: “Yakni akan menyeret orangtua atau suaminya untuk memutuskan tali silaturahim atau berbuat maksiat kepada Rabbnya, maka karena kecintaan kepadanya, suami atau orangtuanya tidak bisa kecuali menaatinya (anak atau istri tersebut).”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلْعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ مَا فِي الضِّلْعِ أَعْلَاهُ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيْمُهُ كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ، فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ
“Berniat dan berbuat baiklah kalian kepada para wanita. Karena seorang wanita itu diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok, dan sesungguhnya rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atas. Maka apabila kamu berusaha dengan keras meluruskannya, niscaya kamu akan mematahkannya. Sedangkan bila kamu membiarkannya niscaya akan tetap bengkok. Maka berwasiatlah kalian kepada para istri (dengan wasiat yang baik).” (Muttafaqun ‘alaih dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً هِيَ أَضَرُّ عَلَى الرِّجَالِ مِنََ النِّسَاءِ
“Tidaklah aku tinggalkan setelahku fitnah (ujian/godaan) yang lebih dahsyat bagi para lelaki selain fitnah wanita.” (Muttafaqun ‘alaih dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma)
Al-Mubarakfuri rahimahullahu berkata: “(Sisi berbahayanya fitnah wanita bagi lelaki) adalah karena keumuman tabiat seorang lelaki adalah sangat mencintai wanita. Bahkan banyak terjadi perkara yang haram (zina, perselingkuhan, pacaran, dan pemerkosaan, yang dipicu [daya tarik] wanita). Bahkan banyak pula terjadi permusuhan dan peperangan disebabkan wanita. Minimalnya, wanita atau istri bisa menyebabkan seorang suami atau seorang lelaki ambisius terhadap dunia. Maka ujian apalagi yang lebih dahsyat darinya?
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerupakan godaan wanita itu seperti setan, sebagaimana dalam hadits Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat seorang wanita. Kemudian beliau mendatangi Zainab istrinya, yang waktu itu sedang menyamak kulit hewan. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu menunaikan hajatnya (menggaulinya dalam rangka menyalurkan syahwatnya karena melihat wanita itu). Setelah itu, beliau keluar menuju para sahabat dan bersabda:
إِنَّ الْمَرْأَةَ تُقْبِلُ فِي صُورَةِ شَيْطَانٍ وَتُدْبِرُ فِي صُورَةِ شَيْطَانٍ، فَإِذَا أَبْصَرَ أَحَدُكُمُ امْرَأَةً فَلْيَأْتِ أَهْلَهُ فَإِنَّ ذَلِكَ يَرُدُّ مَا فِي نَفْسِهِ
“Sesungguhnya wanita itu datang dalam bentuk setan dan berlalu dalam bentuk setan pula. Apabila salah seorang kalian melihat seorang wanita (dan bangkit syahwatnya) maka hendaknya dia mendatangi istrinya (menggaulinya), karena hal itu akan mengembalikan apa yang ada pada dirinya (meredakan syahwatnya).” (HR. Muslim)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu berkata dalam Syarah Shahih Muslim (8/187): “Para ulama mengatakan, makna hadits itu adalah bahwa penampilan wanita membangkitkan syahwat dan mengajak kepada fitnah. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan adanya kecenderungan atau kecintaan kepada wanita dalam hati para lelaki, merasa nikmat melihat kecantikannya berikut segala sesuatu yang terkait dengannya. Sehingga seorang wanita ada sisi keserupaan dengan setan dalam hal mengajak kepada kejelekan atau kemaksiatan melalui was-was serta ditampakkan bagus dan indahnya kemaksiatan itu kepadanya.
Dapat diambil pula faedah hukum dari hadits ini bahwa sepantasnya seorang wanita tidak keluar dari rumahnya, (berada) di antara lelaki, kecuali karena sebuah keperluan (darurat) yang mengharuskan dia keluar.
Oleh karena itulah, Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang segala sesuatu yang akan menyebabkan hamba-hamba-Nya terfitnah dengan wanita, seperti memandang, berkhalwat (berduaan dengan wanita yang bukan mahram), ikhtilath (campur-baur lelaki dan perempuan yang bukan mahram). Bahkan mendengarkan suara wanita yang bisa membangkitkan syahwat pun dilarang.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat. (An-Nur: 30)

فَلاَ تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا

“Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (Al-Ahzab: 32)

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

“Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (Al-Isra’: 32)
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا يَخْلُوَنَّ أَحَدُكُمْ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِي مَحْرَمٍ
“Janganlah salah seorang kalian berduaan dengan seorang wanita kecuali bersama mahramnya.” (Muttafaqun ‘alaih)
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ. فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ: أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ؟ قَالَ: الْحَمْوُ الْمَوْتُ
“Jauhi oleh kalian masuk kepada para wanita.” Seorang lelaki Anshar bertanya: “Bagaimana pendapat anda tentang ipar?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Ipar itu berarti kebinasaan (banyak terjadi zina antara seorang lelaki dengan iparnya).” (Muttafaqun ‘alaih)
Agar hamba-hamba-Nya selamat dari godaan wanita, Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menikah dengan wanita shalihah, yang akan saling membantu dengan dirinya untuk menyempurnakan keimanan dan ketakwaannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ

“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.” (Al-Baqarah: 221)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ: لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِيْنِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
“Seorang wanita itu dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, kebaikan nasabnya, kecantikannya, dan agamanya. Maka pilihlah wanita yang bagus agamanya, niscaya engkau akan beruntung.” (Muttafaqun ‘alaih dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Godaan dunia dan harta
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ، وَإِنَّ اللهُ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُونَ، فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِي إِسْرَائِيلَ كَانَتْ فِي النِّسَاءِ
“Sesungguhnya dunia itu manis (rasanya) dan hijau (menyenangkan dilihat). Dan sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala menggantikan sebagian kalian dengan sebagian yang lain di dalamnya, maka Dia akan melihat bagaimana kalian beramal dengan dunia tersebut. Oleh karena itu, takutlah kalian terhadap godaan dunia (yang menggelincirkan kalian dari jalan-Nya) dan takutlah kalian dari godaan wanita, karena ujian yang pertama kali menimpa Bani Israil adalah godaan wanita.” (HR. Muslim dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu)
إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً، وَفِتْنَةُ أُمَّتِي الْمَالُ
“Sesungguhnya setiap umat itu akan dihadapkan dengan ujian (yang terbesar). Dan termasuk ujian yang terbesar yang menimpa umatku adalah harta.” (HR. At-Tirmidzi dari ‘Iyadh bin Himar radhiyallahu ‘anhu)
Harta dan dunia bukanlah tolok ukur seseorang itu dimuliakan atau dihinakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana firman-Nya:

فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ. وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ

Adapun manusia apabila Rabbnya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata: “Rabbku telah memuliakanku.” Adapun bila Rabbnya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata: “Rabbku menghinakanku.” (Al-Fajr: 15-16)
Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata: “Maksud ayat-ayat tersebut adalah tidak setiap orang yang Aku (Allah Subhanahu wa Ta’ala) beri kedudukan dan limpahan nikmat di dunia berarti Aku limpahkan keridhaan-Ku kepadanya. Hal itu hanyalah sebuah ujian dan cobaan dari-Ku untuknya. Dan tidaklah setiap orang yang Aku sempitkan rezekinya, Aku beri sekadar kebutuhan hidupnya tanpa ada kelebihan, berarti Aku menghinakannya. Namun Aku menguji hamba-Ku dengan kenikmatan-kenikmatan sebagaimana Aku mengujinya dengan berbagai musibah.” (Ijtima’ul Juyusy, hal. 9)
Sehingga, dunia dan harta bisa menyebabkan pemiliknya selamat serta mulia di dunia dan akhirat, apabila dia mendapatkannya dengan cara yang diperbolehkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia juga mensyukurinya serta menunaikan hak-haknya sehingga tidak diperbudak oleh dunia dan harta tersebut. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لَا حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ آتَاهُ اللهُ مَالًا فَسَلَّطَهُ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي الْحَقِّ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللهُ حِكْمَةً فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا
“Tidak boleh iri kecuali kepada dua golongan: Orang yang Allah Subhanahu wa Ta’ala karuniakan harta kepadanya lalu dia infakkan di jalan yang benar, serta orang yang Allah Subhanahu wa Ta’ala karuniakan ilmu kepadanya lalu dia menunaikan konsekuensinya (mengamalkannya) dan mengajarkannya.” (Muttafaqun ‘alaih dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu)
Dan demikianlah keadaan para sahabat dahulu. Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu menceritakan: Beberapa orang sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
يَا رَسُولَ اللهِ، ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ بِالْأُجُورِ، يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّي وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ وَيَتَصَدَّقُونَ بِفُضُولِ أَمْوَالِهِمْ
“Wahai Rasulullah, orang-orang kaya telah mendahului kami untuk mendapatkan pahala. Mereka shalat sebagaimana kami shalat. Mereka juga berpuasa sebagaimana kami berpuasa. Namun mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka.” (HR. Muslim)
Sebaliknya, orang yang tertipu dengan harta dan dunia sehingga dia diperbudak olehnya, dia akan celaka dan binasa di dunia maupun akhirat. Na’udzu billah min dzalik (Kita berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari hal tersebut). Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memperingatkan tentang hakikat harta dan dunia itu dalam firman-Nya:

وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

“Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (Ali Imran: 185)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا الْفَقْرُ أَخْشَى عَلَيْكُمْ وَلَكِنِّي أَخْشَى أَنْ تُبْسَطَ عَلَيْكُمُ الدُّنْيَا كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ فَتَنَافَسُوهَا كَمَا تَنَافَسُوهَا فَتُهْلِكُكُمْ كَمَا أَهْلَكَتْهُمْ
“Bukanlah kefakiran yang aku khawatirkan atas kalian. Namun aku khawatir akan dibentangkan dunia kepada kalian sebagaimana telah dibentangkan kepada orang-orang sebelum kalian, lalu kalian berlomba-lomba mendapatkannya sebagaimana orang-orang yang sebelum kalian, maka dunia itu akan membinasakan kalian sebagaimana dia telah membinasakan orang-orang yang sebelum kalian.” (Muttafaqun ‘alaih dari ‘Amr bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu)
تَعِسَ عَبْدُ الدِّيْنَارِ وَالدِّرْهَمِ وَالْقَطِيفَةِ وَالْخَمِيصَةِ، إِنْ أُعْطِيَ رَضِي وَإِنْ لَمْ يُعْطَ لَمْ يَرْضَ
“Celaka hamba dinar, dirham, qathifah, dan khamishah (keduanya adalah jenis pakaian). Bila dia diberi maka dia ridha. Namun bila tidak diberi dia tidak ridha.” (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan kejahatan orang yang berilmu dan ahli ibadah dari kalangan ahli kitab yang telah diperbudak oleh harta dan dunia dalam firman-Nya:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْأَحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللهِ

“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah.” (At-Taubah: 34)
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullahu menerangkan dalam tafsirnya: “Yang dimaksud ayat tersebut adalah peringatan dari para ulama su’ (orang yang berilmu tapi jahat) dan ahli ibadah yang sesat. Sebagaimana ucapan Suyfan ibnu Uyainah rahimahullahu: ‘Barangsiapa yang jahat dari kalangan orang yang berilmu di antara kita, berarti ada keserupaan dengan para pemuka Yahudi. Sedangkan barangsiapa yang sesat dari kalangan ahli ibadah kita, berarti ada keserupaan dengan para pendeta Nasrani. Di mana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits yang shahih: ‘Sungguh-sungguh ada di antara kalian perbuatan-perbuatan generasi sebelum kalian. Seperti bulu anak panah menyerupai bulu anak panah lainnya.’ Para sahabat g bertanya: ‘Apakah mereka orang Yahudi dan Nasrani?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Siapa lagi?’
Dalam riwayat yang lain mereka bertanya: ‘Apakah mereka Persia dan Romawi?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Siapa lagi kalau bukan mereka?’
Intinya adalah peringatan dari tasyabbuh (menyerupai) ucapan maupun perbuatan mereka. Oleh karena itulah Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللهِ

“(Mereka) benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah.” (At-Taubah: 34)
Hal itu karena mereka memakan harta orang lain dengan kedok agama. Mereka mendapat keuntungan dan kedudukan di sisi umat, sebagaimana para pendeta Yahudi dan Nasrani mendapatkan hal-hal tersebut dari umatnya di masa jahiliah. Hingga ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus Rasul-Nya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka pun tetap berkeras di atas kejahatan, kesesatan, kekafiran, dan permusuhannya, disebabkan ambisi mereka terhadap kedudukan tersebut. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala memadamkan kesesatan itu dengan cahaya kenabian sekaligus menggantikan kedudukan mereka degan kehinaan serta kerendahan. Dan mereka akan kembali menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala membawa kemurkaan-Nya.”
Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam hafizhahullah berkata: “Sungguh, ambisi terhadap dunia termasuk sebab yang menimbulkan berbagai macam fitnah pada generasi pertama. Telah terdapat riwayat yang shahih dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, dalam Masa’il Al-Imam Ahmad (2/171), bahwa beliau radhiyallahu ‘anhuma berkata: Seorang dari Anshar datang kepadaku pada masa khalifah Utsman radhiyallahu ‘anhu. Dia berbicara denganku. Tiba-tiba dia menyuruhku untuk mencela Utsman radhiyallahu ‘anhu. Maka aku katakan: ‘Sungguh, demi Allah, kita tidak mengetahui bahwa Utsman membunuh suatu jiwa tanpa alasan yang benar. Dia juga tidak pernah melakukan dosa besar (zina) sedikitpun. Namun inti masalahnya adalah harta. Apabila dia memberikan harta tersebut kepadamu, niscaya engkau akan ridha. Sedangkan bila dia memberikan harta kepada saudara/kerabatnya, maka kalian marah.”
Selanjutnya, Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam hafizhahullah berkata: “Bila kalian arahkan pandangan ke tengah-tengah kaum muslimin, baik di zaman yang telah lalu maupun sekarang, niscaya engkau akan saksikan kebanyakan orang yang tergelincir dari jalan ini (al-haq) adalah karena tamak terhadap dunia dan kedudukan. Maka barangsiapa yang membuka pintu ini untuk dirinya niscaya dia akan berbolak-balik. Berubah-ubah prinsip agamanya dan akan menganggap remeh/ringan urusan agamanya. (Bidayatul Inhiraf, hal. 141)
Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata: “Setiap orang dari kalangan orang yang berilmu yang lebih memilih dunia dan berambisi untuk mendapatkannya, pasti dia akan berdusta atas nama Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam fatwanya, dalam hukum yang dia tetapkan, berita-berita yang dia sebarkan, serta konsekuensi-konsekuensi yang dia nyatakan. Karena hukum-hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala mayoritasnya menyelisihi ambisi manusia. Lebih-lebih ambisi orang yang tamak terhadap kedudukan dan orang yang diperbudak hawa nafsunya. Ambisi mereka tidak akan bisa mereka dapatkan dengan sempurna kecuali dengan menyelisihi kebenaran dan sering menolaknya. Apabila seorang yang berilmu atau hakim berambisi terhadap jabatan dan mempertuhankan hawa nafsunya, maka ambisi tersebut tidak akan didapatkan dengan sempurna kecuali dengan menolak kebenaran…
Mereka pasti akan membuat-buat perkara yang baru dalam agama, disertai kejahatan-kejahatan dalam bermuamalah. Maka terkumpullah pada diri mereka dua perkara tersebut (kedustaan dan kejahatan).
Sungguh, mengikuti hawa nafsu itu akan membutakan hati, sehingga tidak lagi bisa membedakan antara sunnah dengan bid’ah. Bahkan bisa terbalik, dia lihat yang bid’ah sebagai sunnah dan yang sunnah sebagai bid’ah. Inilah penyakit para ulama bila mereka lebih memilih dunia dan diperbudak oleh hawa nafsunya.” (Al-Fawaid, hal 243-244)
اللَهُّمَ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ
“Ya Allah, tampakkanlah kepada kami kebenaran itu sebagai kebenaran dan karuniakanlah kami untuk mengikutinya. Dan tampakkanlah kebatilan itu sebagai kebatilan dan karuniakanlah kami untuk menjauhinya.” Wallahu ‘alam bish-shawab.
Baca Selengkapnya

Rabu, 15 Desember 2010

Panduan Cara Mendidik Anak Secara Syar'i

Mendidik anak merupakan perkara yang mulia tapi gampang-gampang susah dilakukan, karena di satu sisi, setiap orang tua tentu menginginkan anaknya tumbuh dengan akhlak dan tingkah laku terpuji, tapi di sisi lain, mayoritas orang tua terlalu dikuasai rasa tidak tega untuk tidak menuruti semua keinginan sang anak, sampai pun dalam hal-hal yang akan merusak pembinaan akhlaknya.

syariat Islam yang sempurna telah mengajarkan segala sesuatu kepada umat Islam, sampai dalam masalah yang sekecil-kecilnya, apalagi masalah besar dan penting seperti pendidikan anak.

Silahkan di download Filenya:

http://www.ziddu.com/download/12847743/Cara_Mendidik_anak.zip.html
Baca Selengkapnya

Sabtu, 11 Desember 2010

Ternyata Air Zamzam Memiliki Kandungan Yang Berbeda dengan Air Biasa?


Benar, air zam-zam memiliki keistimewaan dalam zat-zat yang dikandungnya. Tentang hal ini, sejumlah peneliti dari Pakistan telah melakukan penelitian panjang dan akhirnya mereka menemukan hal ini. Dan Pusat Penelitian Haji pun sudah melakukan hal yang sama terhadap air zam-zam, maka mereka menemukan bahwa air zam-zam adalah air yang menakjubkan, berbeda dengan air pada umunya.

Sami Unqowy, Eng., Ketua Pusat Penelitian Haji, “Ketika kami melakukan penggalian untuk perluasan sumur zam-zam, maka setiap kali mengambil air zam-zam tersebut semakin bertambah air yang keluar, setiap kami mengambil airnya, bertambah pula air dari sumur zam-zam itu, …maka kami menyibukkan diri untuk memompa (menyedot) air zam-zam itu dengan tiga kali sedotan agar kering sehingga memudahkan kami dalam memasang pondasi.

Lalu, kami pun melakukan penelitian terhadap air zam-zam dari celah-celah mata airnya untuk mengetahui ada tidaknya bakteri. Maka, ternyata air zam-zam tesebut tidak mengandung satu jenis bakteri pun!! Murni dan bersih. Akan bisa terkontaminasi setelah dipindahkan pada bejana atau ember, maka polutan pun masuk kepadanya !! Akan tetapi air itu bersih dan suci tidak terdapat bakteri apapun. Ini adalah keistimewaan air zam-zam. Dan diantara keistimewaan lainnya adalah engkau masih bisa menikmati air zam-zam itu sampai sekarang, dan terus mengalir sejak zaman Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam sampai kini.

Berapa usia sumur biasa untuk tetap bisa mengeluarkan air ?? 50 tahun, 100 tahun, … dikeduk airnya dan habis. Maka air zam-zam ini terus-menerus mengeluarkan air!!?.

Rasulullah bersabda, “Air zam-zam adalah sesuai dengan tujuan orang yang meminumnya” (HR. Ahmad.
Benar, aku mengetahui ini dengan sebenar-benarnya tentang kisah seorang laki-laki asal Yaman, aku mengenalnya dan dia adalah sahabatku, dia adalah orang yang sudah tua, pandangan matanya sudah melemah… karena sebab usianya yang sudah lanjut, hampir saja ia tidak bisa melihat ! Ia selalu membaca Al-Qur’an, dan dia sangat bersemangat untuk selalu membacanya… dia selalu memperbanyak membacanya, di sisinya ada mushaf kecil; mushhaf kecil itu serasa tidak ingin berpisah dengannya, akan tetapi karena melemahnya kekuatan matanya, apa yang harus ia perbuat?! Ia pun berkata, “Katanya air zam-zam itu bisa jadi obat, maka akupun mendatangi zam-zam itu, lalu aku pun mengambil dan meminumnya, tiba-tiba aku pun mulai bisa melihat kembali tulisan mushhaf.” Aku melihat ia pun mengambil mushhaf kecilnya dari saku dan membacanya. Ia pun berkata, “Ini berkat aku meminum air zam-zam itu.

Maka, …. wahai saudara-saudaraku yang mulia. Ini adalah hadits Rasulullah. Akan tetapi do’a syaratnya adalah pelakunya harus yakin doanya akan dikabulkan; ia memenuhi perintah Allah; orang yang berdo’a memenuhi syarat sebagaimana firman Allah:

Dan jika para hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka jawablah bahwa Aku dekat; Aku mengabulkan do’anya orang-orang yang berdoa, maka hendaklah mereka memenuhi perintah-Ku dan mengimani Aku agar mereka mendapat bimbingan (Q.S. Al-Baqarah: 186)
Baca Selengkapnya

Senin, 06 Desember 2010

Bertasbih Menggunakan Jari Tangan Kanan atau Tangan Kiri?


Pertanyaan:

Apakah membaca tasbih, tahmid, dan takbir setelah shalat fardhu itu lebih baik memakai jari-jari tangan kanan atau kedua-duanya?

Jawaban:

Yang lebih baik adalah memakai tangan kanan, berdasarkan sebuah hadits shahih riwayat Aisyah yang menyatakan bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menghitung bilangan tasbih-nya dengan memakai tangan kanan. Aisyah berkata,

إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُعْحِبُهُ التَّيَمُّنُ فِيْ تَنَعُّلِهِ وَتَرَجُّلِهِ وَطُهُوْرِهِ وَفِيْ شَأْنِهِ كُلِّهِ

“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu memulai (mendahulukan) yang kanan, dalam memakai sendal, bersisir, bersuci, dan dalam segala hal.” (HR. Bukhari)

Akan tetapi, boleh juga menghitung bilangan tasbih dengan memakai semua jenis jemari, berdasarkan beberapa hadits yang menunjukkan hal itu. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّهُنَّ مَسْئُوْلاَتٌ مُسْتَنْطَقَاتٌ

“Sesungguhnya jari-jari itu akan ditanya dan akan bisa berbiacara.” (HR. Tirmidzi)

Perlu diketahui bahwa dalam hal ini terdapat kelonggaran yang seharusnya tidak menimbulkan pertentangan dan perdebatan.
Baca Selengkapnya

Selasa, 30 November 2010

Bolehkah Tidak Menghadiri Majelis Ilmu Karena Telah Tersedia Buku Agama dan Radio?


Pertanyaan:

Alhamdulillah, kita bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas berbagai kemudahan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepada kita dalam mempelajari agama dengan keberadaan majaah, buku terjemahan, vcd, radio Ahlus Sunnah. Pertanyaannya, apakah cukup dengan media-media tersebut sehingga tidak atau jarang menghadiri majelis ilmu?

Jawaban:

Tidak cukup, karena pada awalnya menuntuk ilmu itu harus lewat ulama. Walaupun sarana-sarana yang Anda sebutkan bisa digunakan dan dimanfaatkan sebagai sarana menuntut ilmu, namun terkadang seseorang salah dalam memahami apa yang dia baca atau apa yang dia dengar. Kesalahan ini biasanya disebabkan oleh keterbatasan ilmu atau pemahaman yang buruk. Dan jika tidak memahami, dia tidak bisa langsung bertanya. Adapun menuntut ilmu lewat ulama secara langsung, jika ada permasalahan yang belum bisa terpahami dengan baik, dia bisa menanyakannya langsung. Kemudian jika apa yang dia pahami salah, dia bisa segera meluruskan pemahamannya sebelum pemahaman itu melekat kuat. Dia juga bisa belajar cara membela pendapat yang benar dan cara membantah pendapat yang salah.

Alasan lain kenapa tidak cukup hanya dengan media-media tersebut, karena dalam menuntut ilmu itu ada kaidah-kaidah yang seyogyanya diperhatikan. Seperti memulai dengan mempelajari perkara-perkara yang paling penting dan dibutuhkan, dengan menggunakan panduan buku-buku yang ringkas dan lengkap, bukan buku-buku yang pembahasannya panjang lebar dan mendetail, serta disertai perdebatan. Kemudian meningkat ke derajat berikutnya yang lebih tinggi. Semua ini tentu harus dengan bimbingan guru yang ahli. Selain itu, belajar di dalam majelis ilmu memiliki banyak keutamaan yang tidak ada pada metode belajar lewat buku, kaset atau semacamnya. Majelis ilmu termasuk majelis dzikir. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُوْنَ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ حَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ

“Tidaklah sekelompok orang duduk berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kecuali para malaikat mengelilingi mereka, rahmat (Allah) meliputi mereka, ketentraman turun kepada mereka, dan Allah menyebut-menyebut mereka di hadapan (para malaikat) yang ada di sisi-Nya.” (HR. Muslim, no. 2700).

‘Atha’ rahimahullah mengatakan, “Majelis-majelis dzikir adalah majelis-majelis halal dan haram; bagaimana seseorang membeli, menjual, berpuasa, shalat, bersedekah, menikah, bercerai dan berhaji.” (Al-’Ilmu, Fadhluhu wa Syarafuhu, hal. 132).

Syaikh Salil al-Hilali hafizhahullah berkata, “Majelis-majelis dzikir yang dicintai oleh Allah adalah majelis-majelis ilmu, mempelajari al-Qur’anul Karim dan as-Sunnah al-muththaharrah (yang disucikan) secara bersama-sama dan mencari kepahaman tentangnya. Dan bukanlah yang dimaksudkan (dengan majelis dzikir yaitu) halaqah-halaqah tari dan perasaan model Shufi.” (Bahjatun Nazhirin, 2/519. Cet. 1, Th. 1415 H/1994 M).

Syaikh Abdur Razaq bin Abdul Muhshin al-Badr hafizhahullah, salah seorang dosen di Jami’ah Islamiyah (Universitas Islam, -ed.) di kota Madinah mengatakan, “Tidak diragukan lagi bahwa menyibukkan diri dengan menuntut dan mencari ilmu, mengetahui halal dan haram, mempelajari al-Qur’anul Karim dan merenungkannya, mengetahui Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sirah (riwayat hidup) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta berita-berita beliau adalah dzikir terbaik dan paling utama. Majelis-majelisnya adalah majelis-majelis paling baik, lebih baik daripada majelis-majelis dzikrullah yang berisi tasbih, tahmid dan takbir. Karena pembicaraan dalam majelis-majelis ilmu berkisar antara yang fardhu ‘ain atau fardhu kifayah, sedangkan dzikir semata-mata (hukumnya) adalah tathawwu’ murni (disukai; sunnah; tidak wajib).” (Fiqhul Ad’iyah wal Adzkar, 1/104, karya Syaikh Abdur Razaq bin Abdul Muhshin al-Badr).

Seandainya keutamaan majelis ilmu hanyalah yang disebutkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits ini, maka itu sudah cukup sebagai pendorong kaum Muslimin untuk menghadiri majelis ilmu. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan semangat kepada kita untuk rajin menghadiri majelis ilmu.
Baca Selengkapnya

Bolehkah Tidak Menghadiri Majelis Ilmu Karena Telah Tersedia Buku Agama dan Radio?

Pertanyaan:

Alhamdulillah, kita bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas berbagai kemudahan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepada kita dalam mempelajari agama dengan keberadaan majaah, buku terjemahan, vcd, radio Ahlus Sunnah. Pertanyaannya, apakah cukup dengan media-media tersebut sehingga tidak atau jarang menghadiri majelis ilmu?

Jawaban:

Tidak cukup, karena pada awalnya menuntuk ilmu itu harus lewat ulama. Walaupun sarana-sarana yang Anda sebutkan bisa digunakan dan dimanfaatkan sebagai sarana menuntut ilmu, namun terkadang seseorang salah dalam memahami apa yang dia baca atau apa yang dia dengar. Kesalahan ini biasanya disebabkan oleh keterbatasan ilmu atau pemahaman yang buruk. Dan jika tidak memahami, dia tidak bisa langsung bertanya. Adapun menuntut ilmu lewat ulama secara langsung, jika ada permasalahan yang belum bisa terpahami dengan baik, dia bisa menanyakannya langsung. Kemudian jika apa yang dia pahami salah, dia bisa segera meluruskan pemahamannya sebelum pemahaman itu melekat kuat. Dia juga bisa belajar cara membela pendapat yang benar dan cara membantah pendapat yang salah.

Alasan lain kenapa tidak cukup hanya dengan media-media tersebut, karena dalam menuntut ilmu itu ada kaidah-kaidah yang seyogyanya diperhatikan. Seperti memulai dengan mempelajari perkara-perkara yang paling penting dan dibutuhkan, dengan menggunakan panduan buku-buku yang ringkas dan lengkap, bukan buku-buku yang pembahasannya panjang lebar dan mendetail, serta disertai perdebatan. Kemudian meningkat ke derajat berikutnya yang lebih tinggi. Semua ini tentu harus dengan bimbingan guru yang ahli. Selain itu, belajar di dalam majelis ilmu memiliki banyak keutamaan yang tidak ada pada metode belajar lewat buku, kaset atau semacamnya. Majelis ilmu termasuk majelis dzikir. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُوْنَ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ حَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ

“Tidaklah sekelompok orang duduk berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kecuali para malaikat mengelilingi mereka, rahmat (Allah) meliputi mereka, ketentraman turun kepada mereka, dan Allah menyebut-menyebut mereka di hadapan (para malaikat) yang ada di sisi-Nya.” (HR. Muslim, no. 2700).

‘Atha’ rahimahullah mengatakan, “Majelis-majelis dzikir adalah majelis-majelis halal dan haram; bagaimana seseorang membeli, menjual, berpuasa, shalat, bersedekah, menikah, bercerai dan berhaji.” (Al-’Ilmu, Fadhluhu wa Syarafuhu, hal. 132).

Syaikh Salil al-Hilali hafizhahullah berkata, “Majelis-majelis dzikir yang dicintai oleh Allah adalah majelis-majelis ilmu, mempelajari al-Qur’anul Karim dan as-Sunnah al-muththaharrah (yang disucikan) secara bersama-sama dan mencari kepahaman tentangnya. Dan bukanlah yang dimaksudkan (dengan majelis dzikir yaitu) halaqah-halaqah tari dan perasaan model Shufi.” (Bahjatun Nazhirin, 2/519. Cet. 1, Th. 1415 H/1994 M).

Syaikh Abdur Razaq bin Abdul Muhshin al-Badr hafizhahullah, salah seorang dosen di Jami’ah Islamiyah (Universitas Islam, -ed.) di kota Madinah mengatakan, “Tidak diragukan lagi bahwa menyibukkan diri dengan menuntut dan mencari ilmu, mengetahui halal dan haram, mempelajari al-Qur’anul Karim dan merenungkannya, mengetahui Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sirah (riwayat hidup) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta berita-berita beliau adalah dzikir terbaik dan paling utama. Majelis-majelisnya adalah majelis-majelis paling baik, lebih baik daripada majelis-majelis dzikrullah yang berisi tasbih, tahmid dan takbir. Karena pembicaraan dalam majelis-majelis ilmu berkisar antara yang fardhu ‘ain atau fardhu kifayah, sedangkan dzikir semata-mata (hukumnya) adalah tathawwu’ murni (disukai; sunnah; tidak wajib).” (Fiqhul Ad’iyah wal Adzkar, 1/104, karya Syaikh Abdur Razaq bin Abdul Muhshin al-Badr).

Seandainya keutamaan majelis ilmu hanyalah yang disebutkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits ini, maka itu sudah cukup sebagai pendorong kaum Muslimin untuk menghadiri majelis ilmu. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan semangat kepada kita untuk rajin menghadiri majelis ilmu.
Baca Selengkapnya

Fenomena Tentang TKI di Arab Saudi


Oleh Ustadz Abu Abdillah Sofyan Chalid bin Idham Ruray

Sebuah pemerintahan Islam atau masyarakat Islam bukanlah sebuah kumpulan orang-orang yang tidak pernah berbuat dosa sama sekali, sehingga kita bisa menuduh para ulama yang membimbing masyarakat tersebut telah gagal atau tidak becus dalam membina negaranya.

Bahkan di masa kepemimpinan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam yang masyarakatnya adalah generasi terbaik ummat ini, ada orang yang didera karena minum khamar[1], ada yang dirajam karena berzina[2], bahkan ada yang murtad keluar dari Islam[3]. Namun tidak ada satupun yang menuduh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam telah gagal mendidik para sahabatnya. Karena memang, tidak ada satupun manusia yang terjaga dari kesalahan selain para Nabi dan Rasul ‘alaihimussalam, olehnya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

كُلُّ بنِي آدَمَ خَطَّاءٌ ، وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ

“Setiap anak adam senantiasa berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah yang senantiasa bertaubat.” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah, dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shohihut Targhib, no. 3139)

Pengalaman belajar di Saudi, bergaul dengan sebagian pekerja Indonesia yang kebetulan ketemu di masjid, di jalan, di toko, di majelis-majelis ilmu dan dalam suatu bimbingan ibadah haji tahun 1431 H atas permintaan sebuah travel yang pesertanya lebih dari 90 % pekerja Indonesia, sisanya India, Maroko dan Philipina. Semua itu menyisakan banyak cerita yang mungkin sebagiannya bisa dijadikan pelajaran, terutama yang berkaitan dengan hubungan antara pekerja dan majikan, yang oleh musuh-musuh Dakwah Tauhid dijadikan senjata untuk menjatuhkan ulama Ahlus Sunnah di negeri ini. Insya Allah akan kami sarikan dalam beberapa poin berikut:

1. Para majikan tidak semuanya memahami agama dengan baik, banyak yang awam, tidak mau belajar agama dan banyak yang zalim terhadap pekerjanya[4]. Kepada mereka para ulama di negeri ini telah menasihati, baik secara pribadi maupun terang-terangan, seperti nasihat Asy-Syaikh Muhammad bin Ahmad Al-Fiyfiy hafizhahullah yang sangat menyentuh di www.sahab.net[5] yang berjudul At-Tahdzir min Zhulmil Khudam wal ‘Ummal (Peringatan Keras dari Perbuatan Zalim kepada para Pembantu dan Pekerja). Demikian pula para khatib dan imam masjid terkadang menyampaikan khutbah tentang bahaya perbuatan zalim terhadap para pekerja

2. Oleh karena itu, seharusnya TKI diberikan informasi tentang keadaan calon majikannya sebelum dia memutuskan bekerja kepada majikan tersebut, semoga hal ini bisa menjadi catatan untuk semua pihak yang terkait dalam pemberangkatan TKI

3. Alhamdulillah tidak semua majikan yang zalim, masih banyak yang baik insya Allah, meskipun bukan dari kalangan mutawwa’[6], atau penuntut ilmu, apalagi masyaikh. Bentuk-bentuk kebaikan mereka yang bisa saya ceritakan di sini:

* Dari 100 orang yang ikut haji dalam bimbingan kami hampir semuanya dibiayai oleh majikannya, biayanya sekitar 3500 riyal atau senilai kurang lebih 7,5 juta rupiah

* Perhatian majikan kepada pekerjanya selama melaksanakan ibadah haji dalam bentuk menelepon dan menanyakan kabar serta bagaimana pelayanan travel terhadap mereka. Jika pekerjanya mengadukan pelayanan travel yang kurang bagus, tidak lama kemudian majikan akan menelepon pengurus travel ini dan memarahinya habis-habisan

* Sampai-sampai ada majikan yang berkata kepada pekerjanya, “Sampaikan kepada pengurus travel, berapa saja biaya yang dia minta akan saya berikan, asalkan kamu mendapat pelayanan yang baik”.

* Seorang Ikhwan dibebaskan oleh majikannya dari seluruh pekerjaannya demi untuk menuntut ilmu, masih ditambah dengan uang saku per bulan dikirim secara rutin oleh majikannya. Bahkan Ikhwan yang lain, sampai pulang ke Indonesia masih dikirimi uang secara rutin oleh majikannya, demi untuk membiayai kegiatan-kegiatan dakwah

* Seorang pekerja asal Sumbawa, apabila dia cuti pulang kampung majikannya biasa menitipkan uang untuk dibagi-bagikan kepada keluarga dan tetangganya yang miskin

* Pekerja asal Jawa Barat, mengabarkan tentang pembangunan masjid di kampungnya yang belum selesai, langsung dikucurkan dana oleh majikannya tanpa mengecek langsung ke lokasi apakah dananya sampai atau tidak

* Seorang pekerja asal Jawa Barat, majikannya biasa mengantarnya untuk menghadiri pengajian yang diadakan oleh Kantor Dakwah untuk Orang-orang Asing

* Seorang Ikhwan menceritakan, saudarinya bekerja pada seorang masyaikh, bertahun-tahun bekerja kepada keluarga masyaikh tersebut tidak pernah sekalipun dia berada dalam satu ruangan bersama majikannya yang laki-laki

* Seorang Ustadz menceritakan, bahwa seorang majikan meminta bantuannya untuk menasihati pembantu wanitanya yang sering menggodanya untuk berzina, akhirnya sang Ustadz menelepon dan menasihati pembantu ini
* Banyak majikan yang mensyaratkan supirnya harus disertai istrinya untuk mengantar anak-anak puteri mereka ke sekolah. Demikian pula sebaliknya, pembantu wanita harus datang bersama mahramnya
* Para masyaikh banyak sekali membebaskan pekerja mereka dari semua pekerjaan jika para pekerja ini benar-benar mau menuntut ilmu

4. Sebenarnya aturan-aturan pemerintah Saudi sangat menjamin para pekerja asing, diantaranya kewajiban majikan untuk membuatkan asuransi kesehatan bagi para pekerjanya dan hukuman yang setimpal bagi para majikan yang zalim terhadap pekerjanya, berikut beberapa kasus yang kami dengarkan:

* Seorang majikan memukul supirnya, sang supir ini ditemukan oleh seorang Ikhwan Saudi dan membawanya ke kantor polisi, saat itu juga majikannya langsung dijemput dan ditahan oleh polisi dan wajib diqishah atau membayar sejumlah uang kepada pekerjanya yang dizalimi

* Cerita seorang Ustadz, ada majikan yang dituntut oleh pengadilan untuk membayar berapapun yang diminta oleh seorang pembantu wanita yang dizalimi oleh si majikan

* Seorang majikan yang membunuh pekerjanya terancam hukuman mati, namun pihak keluarga di Indonesia lebih memilih untuk memaafkan dan menerima ganti rugi (diyah), akhirnya uang milyaran rupiah dititipkan melalui kedutaan Indonesia

5. Ketika majikan berbuat zalim, masalah terbesar para pekerja Indonesia adalah tidak mampu melapor ke kantor polisi, diantaranya karena kendala bahasa, tidak mengerti dengan aturan-aturan yang ada dan tidak adanya pendamping mereka yang siap siaga ketika dibutuhkan. Adapun pemerintah Philipina, sangat terkenal pendampingan dan pembelaannya kepada pekerjanya, jika ada masalah yang terjadi pada pekerjanya mereka akan langsung turun ke lokasi dan menggunakan kekuatan diplomasinya untuk menekan pemerintah Saudi agar memproses menurut hukum yang berlaku. Sehingga jarang terdengar ada masalah antara majikan dan pekerja Philipina, padahal jumlah mereka (di luar kota suci Makkah dan Madinah) tidak kalah banyak dengan pekerja Indonesia

6. Masalah terbesar dari sisi syari’at adalah datangnya para pekerja wanita (TKW) tanpa disertai mahram atau suami. Hampir semua masalah terjadi pada TKW yang tidak bersama suami atau mahramnya, sehingga dengan mudah mereka dizalimi tanpa ada yang membela mereka atau melaporkan ke kantor polisi. Padahal Nabi shallallahu’alaihi wa sallam telah melarang safar wanita tanpa mahram dalam sabda beliau:

لا تسافر المرأة إلا مع ذي محرم ولا يدخل عليها رجل إلا ومعها محرم

“Janganlah wanita melakukan safar (bepergian jauh) kecuali bersama mahramnya, dan janganlah seorang laki-laki asing menemuinya melainkan wanita itu disertai mahramnya.” (HR. Al-Bukhari dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu’anhuma)

7. Alhamdulillah, dengan sebab kerja di Saudi banyak sekali pekerja yang mendapatkan kebaikan yang sangat besar, diantara bentuknya:

* Banyak pekerja yang tadinya beraqidah sufiyah quburiyah dan aqidah kesyirikan lainnya dengan berbagai macam bid’ahnya, tidak melaksanakan sholat lima waktu dan tidak memahami adab-adab Islami. Setelah tinggal di Saudi mereka tersentuh dakwah tauhid, meninggalkan semua bentuk syirik dan bid’ah, rajin melaksanakan sholat lima waktu dan mulai berhias dengan adab-adab Islami

* Pekerja-pekerja Philipina, Nepal dan Sri Lanka yang tadinya beragama Nasrani, Hindu dan Budha juga banyak sekali (sampai puluhan ribu orang) yang masuk Islam dengan sebab da’i-da’i dan buku-buku yang dicetak dengan bahasa mereka oleh Kantor-kantor Dakwah untuk Orang-orang Asing di bawah naungan Kementrian Wakaf, Dakwah dan Bimbingan Saudi Arabia

* Bisa menghadiri majelis-majelis ilmu para ulama

* Bisa melaksanakan ibadah haji dan umroh

8. Sayang sekali, banyak Kantor Dakwah untuk Orang-orang Asing disusupi oleh hizbiyyun dari sebuah partai Islam di Indonesia dengan hanya bermodalkan ijazah LC dari LIPIA[7], diantara kerusakan yang mereka lakukan:

* Fasilitas dakwah digunakan untuk mendakwahkan kebatilan manhaj mereka

* Mengajak kepada perpecahan dengan menjajakan partai mereka di musim Pemilu

* Beberapa orang TKI yang ana temui, telah ikut kajian mereka bertahun-tahun namun tidak nampak adanya perubahan dalam aqidah dan ibadahnya menjadi lebih baik. Berbeda dengan TKI yang mengikuti kajian da’i-da’i Ahlus Sunnah, alhamdulillah banyak yang berubah menjadi lebih baik, seperti yang ana singgung di atas

* Hal itu karena memang tidak ada perhatian mereka terhadap dakwah tauhid dan sunnah kecuali sedikit, malah mereka lebih banyak memanfaatkan para TKI untuk bisnis pengiriman barang dan travel haji, dengan bimbingan haji yang tidak mengikuti petunjuk Nabi shallallahu’alaihi wa sallam

9. Kezaliman yang diderita sebagian TKI bukan hanya oleh majikan di Saudi tapi juga oleh PJTKI maupun calo-calonya di Indonesia. Ana pernah menyaksikan sendiri bagaimana para TKI ini dibentak-bentak dan diperlakukan tidak seperti manusia di tempat penampungan TKI di Jakarta. Bahkan ketika sudah bekerja di Saudi sebagian TKI masih diwajibkan mengirim sejumlah uang setiap bulan kepada calo-calo ini di Indonesia

10. Kami menghimbau kepada semua pihak yang terkait dalam pemberangkatan TKI (termasuk keluarga para TKI) ataupun yang diberi amanah oleh pemerintah untuk mengurus TKI di Saudi maupun di negara lainnya; hendaklah bertakwa kepada Allah Ta’ala, janganlah mengirim TKW tanpa disertai suami atau mahramnya dan hendaklah melaksanakan tugas pembelaan dan pengurusan TKI sesuai amanah pemerintah. Ingatlah pertanggungjawabannya kelak di hari kiamat!

Inilah catatan ringan kami, hasil dari dialog dengan beberapa TKI, semoga bisa diambil pelajarannya baik oleh TKI, calon TKI maupun semua pihak yang terkait dalam pengurusan TKI. Semoga Allah Ta’ala memperbaiki keadaan kaum muslimin dan pemerintah mereka.

Wallahu A’la wa A’lam wa Huwal Musta’an.

Footnote:

[1] Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan dalam Shahihnya (6391):

عن أنس بن مالك رضي الله عنه : أن النبي صلى الله عليه و سلم ضرب في الخمر بالجريد والنعال وجلد أبو بكر أربعين

[2] Seperti kisah Ma’iz bin Malik radhiyallahu’anhu dalam riwayat Al-Bukhari (6438) dan Muslim (4520)

[3] Seperti kisah suami Ummu Habibah radhiyallahu’anha yang murtad di negeri Habasyah

[4] Ada juga majikan atau orang Saudi yang Sufi (murid-muridnya Alwi Al-Maliki), Syi’ah dan Hizbi Ikhwani. Salah seorang Ustadz kita, ketika diketahui oleh majikannya yang Ikhwani bahwa Ustadz kita ini pernah belajar di Darul Hadits Dammaj, majikannya mulai mempersulit ruang gerak beliau, sampai saat ini beliau dipaksa pulang ke Indonesia dengan membayar ganti rugi kepada majikannya sebesar 6000 riyal. Adakah yang mau membantu?

[5] http://www.sahab.net/home/index.php?Site=News&Show=829

[6] Mutawwa’ adalah istilah orang-orang awam di Saudi untuk menyebut orang yang nampak keshalihannya dan menjalankan sunnah seperti jenggot dan memendekkan pakaian (tidak sampai menutupi mata kaki)

[7] Lebih disayangkan lagi, ada seorang Ustadz terkenal, penerjemah buku Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah yang dicetak oleh Kantor Kerjasama Dakwah dan Bimbingan Islam di Riyadh, yang memberikan jalan kepada da’i-da’i hizbi ini untuk masuk menjadi pembina-pembina TKI di Kantor-kantor Dakwah untuk Orang-orang Asing di Saudi
Baca Selengkapnya